Senin, 14 Desember 2009

Fadhillah/Keutamaan Zakat, tinjauan medis dan ekonomi

BAB I
PENDAHULUAN


Alloh  senantiasa memilihkan yang terbaik untuk manusia, karena Dia Maha baik terhadap umat-Nya dan tidak akan pernah mencintai segala (amalan dan perbuatan) hamba-Nya kecuali terhadap yang baik daripadanya, dan semua hal kebaikan buat umat-Nya telah ditetapkan-Nya melalui fitrahnya yang murni dan syar’iat-syar’iat yang dibawa oleh para rosul-Nya . Kesemuanya itu merupakan materi kebaikan dan kebahagiannya untuk menjalani kehidupan di dunia dan di akhiratnya kelak.
Ad-Dien al-Islam merupakan kumpulan syar’iat yang mengacu pada hal penciptaan dan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan aturan dalam menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan lingkungannya. Tentunya hanya Alloh -lah yang mengetahui aturan yang paling tepat dan maslahat buat manusia sebab Dia-lah penciptanya, dan aturan tersebut adalah aturan yang dibawa oleh Nabi Muhammad  sebagai rosul (utusan)-Nya untuk kepentingan manusia, yang konsekuensinya adalah siapapun yang senantiasa mengikuti Sunnah Nabi-Nya  tersebut, maka akan selamat dalam menjalani kehidupannya, serta mendapatkan kemenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat, dan insya Alloh dapat memasuki surga-Nya.
Hakikat Ad-Dien al-Islam adalah penyerahan diri kepada Alloh  dengan cara mentauhidkan-Nya (yakni semua peribadahan yang dilakukan secara ikhlas hanya ditujukan kepada Alloh ), bersikap patuh kepada-Nya dengan cara menjalankan semua ketetapan-Nya, dan membenci serta memusuhi kemusyrikan beserta para pendukungnya, yang semua syar’iat-nya diajarkan melalui Al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya , agar menjadikan perenungan dan pemahaman pada setiap jiwa bahwa penciptaannya, penganugerahan rezekinya, dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupannya, tidak akan dibiarkan sebebas-bebasnya (tanpa kendali), sia-sia belaka, dan untuk main-main, namun demikian semuanya telah diatur dan/ ditetapkan-Nya, serta menjadikan perwujudan dari prinsip wala’ dan baro’ hanya ditujukan kepada Alloh , rosul-Nya , dan orang-orang yang beriman, berdasarkan kesetiaan, cinta, dan kasih sayang.
Prinsip-prinsip dasar ad-Dien al-Islam adalah kewajiban memahami cara mensyukuri nikmat Alloh  dan semua karakteristik syar’iat-nya yang telah ditetapkan-Nya terhadap fitrah dan kehidupan manusia, yang dilakukan dengan cara senantiasa ber-taqwa dan ber-tazkiyatun nufuz (mensucikan jiwa dan/ tubuh) terhadap-Nya, dan diwujudkan dengan cara senantiasa beribadah hanya kepada-Nya secara ikhlas, mentauhidkan-Nya, menjauhi segala bentuk kesyirikan, ta’at kepada semua ketetapan Alloh  dan rosul-Nya , dan ber-ittiba’ (mengikuti) tuntunan dari Sunnah Nabi Muhammad .
Landasan dari prinsip-prinsip dasar Islam tersebut terdiri dari 3 tingkatan yang masing-masing daripadanya mempunyai rukun-rukun-nya. Tingkatan pertama adalah 5 rukun Islam, tingkatan kedua adalah 6 rukun Iman, dan tingkatan ketiga adalah 1 rukun Ihsan.
Islam sangat memperhatikan fitrah murni manusia untuk mewujudkan keseimbangan dalam menjalani kehidupannya, karena Islam adalah ad-Dien (Agama) yang lurus dan benar, serta semua syar’iat-nya sudah sempurna, dan menjadikan manusia (yang senantiasa mengikuti syar’iat-nya) sebagai suatu umat pertengahan (tidak berlebih-lebihan dan tidak kekurangan) dalam menjalani segala urusan kehidupannya. Fitrah murni manusia yang telah ditetapkan Alloh  harus senantiasa dipelihara sesuai dengan ketetapan-Nya yang terkandung di dalam syar’iat Islam, sebagai perwujudan dari rasa syukur, ketundukan, dan peribadahan kepada-Nya.
Realisasi semua syar’iat Islam yang sangat memperhatikan fitrah murni manusia tersebut secara umum dan khusus diwujudkan dengan melakukan penunaian ibadah sholat (yang merupakan seutama-utamanya perwujudan dalam beribadah), yang termasuk salah satu realisasi paling utama dari pembuktian penunaian ibadah ber-zakat (tazkiyatun nufuz [pensucian hati/diri]) kepada Alloh  dan makhluk-makhluk-Nya (kepada sesama manusia, antara sesama saudara se-iman).
Syar’iat Islam dan data studi medis telah menunjukkan bahwa seluruh proses pemeliharaan fitrah (jiwa dan tubuh), kehidupan, dan kebahagiaan manusia sangat dipengaruhi (tergantung) dari keadaan hatinya (yang secara medis merupakan organ jantungnya yang berhubungan dengan sistem RAS di otaknya). Keadaan hati pada manusia dapat menjamin kestabilan atau mempermudah terjadinya aktivitas, pengaturan, atau pengontrolan metabolisme di seluruh sel-sel tubuh, sehingga kelainan/penyakit yang terjadi pada hati ini dapat menimbulkan berbagai kelainan/penyakit pada tubuh, di antaranya adalah gangguan-gangguan kejiwaan, perilaku, pertumbuhan tubuh, menstruasi dan reproduksi, kerentanan terhadap suatu penyakit, dan penyakit-penyakit hormonal tubuh.
Syar’iat Islam telah menunjukkan bahwa kelainan/penyakit hati pada tubuh manusia pada umumnya terdiri dari penyakit syahwat (mengumbar hawa nafsu) dan syubhat (kerancuan), yang dapat disebabkan oleh masuknya racun-racun hati sebelumnya, di antaranya adalah banyak melakukan aktivitas mulut/lidah (seperti: banyak bicara, tertawa, bernyanyi, dan makan), aktivitas panca indera (seperti: banyak memandang dan mendengar musik), dan banyak tidur.
Syar’iat Islam dan data studi medis telah menunjukkan bahwa pemeliharaan kondisi hati (jantung-sistem RAS) agar fitrah tubuh tetap murni dan sehat, serta pencegahan/pengobatan terhadap berbagai kelainan/penyakit pada tubuh yang dapat dihasilkannya, dapat dilakukan melalui beberapa usaha untuk senantiasa ber-taqwa dan beribadah kepada Alloh , serta melakukan pensucian hati/jiwa/diri (ber-tazkiyatun nufuz), dan seutama-utamanya hal tersebut adalah diwujudkan dengan mendirikan sholat dan menunaikan zakat secara benar, ikhlas, dan istiqomah (berkesinambungan).
Data medis mutakhir menunjukkan bahwa sebagian besar kelainan/penyakit pada tubuh manusia terjadi karena adanya gangguan/kelainan dari mekanisme sistem jantung dan pembuluh darahnya yang disebabkan oleh adanya penumpukkan zat-zat radikal bebas yang tidak dapat dinetralisir sel-sel tubuh, sebagai akibat dari adanya gangguan dari proses metabolisme sel-sel tubuh secara keseluruhan, yang dihasilkan melalui adanya gangguan/kelainan pada sistem pelaksana dan pengaturan metabolisme-nya, dan lingkungan tempat seseorang hidup dan menjalani interaksinya sehari-hari.
Menunaikan zakat yang realisasinya adalah dengan penunaian dan/ pengeluaran harta (dalam bentuk shodaqoh, infaq, dan zakat) dan hak-hak fitrah tubuh (di antaranya adalah dengan menjalankan sholat, mencari nafkah, berolah raga, menikah, dan lain-lain), secara benar, istiqomah, dan ikhlas ternyata merupakan salah satu solusi paling tepat dan utama yang telah ditetapkan Alloh  dan rosul-Nya  untuk merealisasikan usaha pengatasan adanya penumpukkan radikal bebas di dalam tubuh manusia tersebut.
Syar’iat Islam telah menyatakan bahwa secara umum penunaian zakat dapat senantiasa menjadikan hati manusia ber-tasyakur, zuhud, ber-taqwa, ber-tazkiyatun nufuz, dan terwarnai dengan peribadahan kepada Alloh . Sementara secara khusus penunaian zakat dapat senantiasa menjadikan jiwa, hati, dan tubuh manusia terpelihara suci (sebagai konsekuensi perjanjiannya kepada Alloh  sebelum masa kehidupannya), serta mampu untuk melakukan berbagai amalan hati (di antaranya adalah khusyu’ [yang dilandasi dengan perasaan tawadhu’, ta’abud, tuma’ninah, dan ihsan), sabar [yang dilandasi dengan dzikir, pemahaman dan perenungan terhadap isi Al-Qur’an, ber-taubat, dan ber-tawakkal], dan ikhlas dalam beribadah kepada-Nya), lisan (di antaranya adalah ber-dzikir, membaca Al-Qur’an, ber-istighfar, berdo’a, dan berdiam diri/tidak mengeluarkan perkataan atau perbuatan yang sia-sia), dan perbuatan (di antaranya adalah beribadah dengan istiqomah, ber-thoharoh, berpuasa, ber-silaturahmi/berjama’ah dan bersatu mengikuti pemimpin, dan bersedekah dalam penunaian hak-hak tubuh).
Menunaikan zakat secara benar, sempurna, berkesinambungan, dan ikhlas dapat menjadikan hati (jiwa) atau tubuh manusia dapat memenuhi perjanjian (amanah) dan semua kebutuhan dari berbagai aspek kehidupannya yang telah ditetapkan Alloh  kepadanya sebelumnya, dan dapat memperbaiki serta membersihkan (diri)-nya dari berbagai penyimpangan, kesalahan, dosa, gangguan, kelainan, dan penyakit yang ada di dalam dirinya (sebagai akibat dari berbagai hasil perbuatan yang telah dilakukannya sendiri sebelumnya dan pengaruh dari lingkungannya) melalui perealisasian ruh sholat yang telah diperolehnya pada kehidupan sehari-hari dan interaksi dengan lingkungannya, serta penerimaan berbagai petunjuk dan pertolongan dari Alloh  yang selalu diterimanya (karena senantiasa mendirikan sholat untuk mengingat dan memohon pertolongan kepada-Nya).
Ironisnya, ternyata sebagian besar dari manusia masih belum/tidak memahami dan mengamalkan bagaimana cara menunaikan zakat secara benar, paling maksimal sebagian daripadanya memahami penunaian zakat hanya sebatas pada pengeluaran sejumlah uang atau harta untuk para faqir dan miskin, sehingga amalan zakat-nya tersebut tidak akan menjadikan hati, jiwa dan tubuhnya menjadi stabil dan sehat, dan amalan zakat yang ditunaikannya akan menjadi sia-sia.
Adanya fakta inilah yang menjadikan perlunya pemberian pemahaman yang lebih jelas, benar, mendetail, dan ilmiah mengenai penunaian ibadah zakat, dan hal-hal yang berhubungannya (di antaranya adalah pengertian, kedudukan, hukum dan konsekuensi, fadhillah (keutamaan) dan manfa’at, ketentuan mengenai tata cara, waktu, pelaksanaan, pencatatan (akuntansi) perekonomian, dan yang berhak menerima pembagian, serta peran pemerintah [amirul mu`minin] dalam hal pembuatan kebijakan/aturan/hukum pengurusan zakat dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya).




















Panduan Praktis

1. Alloh  memilihkan yang terbaik untuk manusia, dan semuanya telah ditetapkan-Nya melalui fitrah manusia yang murni dan syar’iat-syar’iat yang dibawa oleh para rosul-Nya , untuk kebaikan dan kebahagiannya dalam menjalani kehidupan di dunia dan di akhiratnya kelak.
2. Ad-Dien al-Islam merupakan kumpulan syar’iat yang mengacu pada hal penciptaan dan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan aturan dalam menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan lingkungannya, yang pada hakikatnya adalah suatu penyerahan diri kepada Alloh  dan cara pentauhidan kepada-Nya, dan semua syar’iat-nya diajarkan melalui Al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya .
3. Prinsip-prinsip dasar ad-Dien al-Islam adalah kewajiban memahami cara mensyukuri nikmat Alloh  (terutama yang berhubungan dengan fitrah dan kehidupan manusia), yang dilakukan dengan cara senantiasa ber-taqwa dan ber-tazkiyatun nufuz terhadap-Nya, dan diwujudkan dengan cara senantiasa beribadah hanya kepada-Nya secara ikhlas, ta’at kepada semua ketetapan Alloh  dan rosul-Nya , dan ber-ittiba’ (mengikuti) tuntunan dari Sunnah Nabi Muhammad . Prinsip dasar tersebut berlandaskan pada 5 rukun Islam, 6 rukun Iman, dan 1 rukun Ihsan.
4. Fitrah murni manusia yang telah ditetapkan Alloh  harus senantiasa dipelihara sesuai dengan ketetapan-Nya yang terkandung di dalam syar’iat Islam, yang realisasi paling utamanya adalah dengan melakukan penunaian ibadah sholat (yang juga merupakan salah satu realisasi paling utama dari pembuktian penunaian ibadah ber-zakat [tazkiyatun nufuz] kepada Alloh  dan makhluk-makhluk-Nya [terutama kepada sesama manusia]).
5. Syar’iat Islam dan data studi medis telah menunjukkan bahwa seluruh proses pemeliharaan fitrah (jiwa dan tubuh), kehidupan, dan kebahagiaan manusia sangat dipengaruhi (tergantung) dari keadaan hatinya, yang senantiasa dapat menjamin kestabilan atau mempermudah terjadinya aktivitas, pengaturan, atau pengontrolan metabolisme di seluruh sel-sel tubuhnya, dan dapat juga mencegah atau mengobati berbagai gangguan dan penyakit tubuh yang dihasilkannya (terutama kelainan atau penyakit yang berhubungan dengan keadaan syahwat-nya, yang juga secara medis ditunjukkan dengan terjadinya gangguan/kelainan dari mekanisme sistem jantung dan pembuluh darahnya yang disebabkan oleh adanya penumpukkan zat-zat radikal bebas yang tidak dapat dinetralisir sel-sel tubuh, sebagai akibat dari adanya gangguan dari proses metabolisme sel-sel tubuh secara keseluruhan, yang dihasilkan melalui adanya gangguan/kelainan pada sistem pelaksana dan pengaturan metabolisme-nya, dan lingkungan tempat seseorang hidup dan menjalani interaksinya sehari-hari).
6. Menunaikan zakat yang realisasinya adalah dengan pengeluaran harta (dalam bentuk shodaqoh, infaq, dan zakat) dan hak-hak fitrah tubuh (di antaranya adalah dengan menjalankan sholat, mencari nafkah, berolah raga, menikah, dan lain-lain) untuk kepentingan sesama manusia, secara benar, istiqomah, dan ikhlas ternyata merupakan salah satu solusi paling tepat dan utama yang telah ditetapkan Alloh  dan rosul-Nya  untuk merealisasikan usaha pengatasan adanya penumpukkan radikal bebas di dalam tubuhnya tersebut.
7. Ironisnya, ternyata sebagian besar dari manusia masih belum/tidak memahami dan mengamalkan bagaimana cara menunaikan zakat secara benar, paling maksimal sebagian daripadanya memahami penunaian zakat hanya sebatas pada pengeluaran sejumlah uang atau harta untuk para faqir dan miskin, sehingga amalan zakat-nya tersebut tidak akan menjadikan hati, jiwa dan tubuhnya menjadi stabil dan sehat, dan amalan zakat yang ditunaikannya akan menjadi sia-sia.


BAB II
Zakat Dalam Syar’iat Islam


I. Pengertian Zakat.
I a. Makna zakat menurut kaidah bahasa (etimologis).
Makna zakat menurut kaidah bahasa Arab adalah berasal dari kata adz-dzakaa` yang berarti suci, an-namaa` yang berarti tumbuh (mengalami pertumbuhan), dan adz-dziyaadah yang berarti berkembang (mengalami perkembangan) atau bertambah (mengalami pertambahan) .
Makna zakat menurut kaidah bahasa ini juga merupakan bagian dari makna tazkiyah yang berasal dari kata “zakkaa, yuzakki, tazkiyatan” ( ) yang bermakna suci, tumbuh, dan berkembang, yang mana maksud dari beberapa makna kata tersebut adalah perbaikan dan pensucian hati atau jiwa manusia, melalui ilmu yang bermanfaat dan amal sholih dengan ber-taqwa kepada Alloh , yaitu dengan melaksanakan perintah Alloh  dan rosul-Nya  dan menjauhi semua larangan-Nya .
Makna “az-zakkaa” secara kaidah bahasa menurut Ibnu Taimiyah adalah tumbuh dan berkembang dalam kebaikan menurut Alloh  dan rosul-Nya , sehingga dengannya hati membutuhkan pembinaan agar tumbuh dan berkembang mencapai kesempurnaan dan keshohihan, namun demikian, sudah menjadi keharusan juga untuk menjaganya dari perkara-perkara yang dapat merusaknya. Sebagaimana juga badan, hati juga membutuhkan makanan yang bermanfaat untuk proses tumbuh kembangnya karena badan tidak akan tumbuh dan berkembang kecuali dengan memberinya makanan-makanan yang bermanfaat . Sementara itu, makna “az-zakkaa” secara kaidah bahasa menurut Ibnu Qoyyim adalah tumbuh dan berkembang dalam kebaikan dan kesempurnaan sesuatu, sesuai dengan firman Alloh :

          •        
Artinya: “Ambilah shodaqoh (zakat) dari sebagian harta mereka. Dengan shodaqoh (zakat) itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (QS. At-Taubah [9]: 103).

Dalam ayat tersebut, terdapat 2 hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu kesucian dan shodaqoh (“az-zakkaa”), karena keduanya saling berhubungan erat . Kekejian dan kemaksiatan yang ada di hati manusia, kedudukannya sama dengan kotoran yang ada di badannya. Sebagaimana badan, jika dibersihkan dari kotorannya, maka dia akan murni kembali kekuatan alamiahnya, sehingga dapat beristirahat dengan tenang, memperbaiki kerusakan yang telah terjadi pada tubuhnya, dan tubuhnya akan berproses tumbuh kembang secara baik, tanpa adanya halangan dan rintangan. Demikian pula hati, jika telah terbebas dari dosa-dosanya dengan bertaubat melalui pensucian hatinya, maka ia telah bersih dari berbagai kotoran atau penyakit yang mencemarinya, sehingga kembali murnilah kekuatan hati dan perbuatan baiknya, serta hati dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat dan kokoh, mantap di atas kekuasaannya, dan mampu melaksanakan semua ketentuannya pada seluruh anggota tubuh lainnya dengan baik.
Di sisi lain menurut Sayyid Sabiq dalam kitabnya mengatakan bahwa, “Dinamakannya zakat karena di dalamnya terdapat pengharapan berkah, pensucian jiwa/hati, dan perkembangannya dalam kebaikan-kebaikan (al-haq). Hal ini dikarenakan makna kata zakat ini berasal dari lafazh adz-dzakaa` yang berarti an-namaa`, azh-zhohaaroh, atau al-barokah, sebagaimana telah diterangkan Alloh  dalam firman-Nya pada QS. At-Taubah. 103” . Sementara menurut Ibnu Hajar Atsqolani dalam kitabnya mengatakan bahwa, “Zakat merupakan pembersih jiwa/hati terhadap sifat kikir dan dosa-dosa, dan zakat juga menjadi penyebab tumbuh dan berkembangnya harta atau pahala. Makna ini sesuai dengan dalil bahwa harta tidak pernah akan berkurang karena bersedekah (ber-zakat), begitu juga pahala, dengan (pemberian zakat)-nya tersebut maka pahalanya secara langsung akan dilipatgandakan, seperti yang disabdakan Rosululloh , “ … Sesungguhnya Alloh mengembangkan (pahala) sedekah (zakat) … ”.” .
Kesimpulannya secara sederhana adalah, makna kata zakat menurut kaidah bahasa adalah suatu hal pensucian jiwa/hati (tazkiyatun nufuz) dan harta yang dimiliki oleh setiap manusia (terhadap berbagai penyakit hati dan racun-racunnya yang senantiasa sangat berpotensi untuk menjangkiti dan mempengaruhi kesehatan tubuhnya secara keseluruhan) , dan (dengan pertolongan Alloh ) kemudian dapat menambah atau mengembangkan kualitas dan kuantitas dari pengaruh aktivitas tubuhnya secara keseluruhan beserta harta yang dimilikinya, sehingga dapat berinteraksi dan bermanfa’at secara maksimal terhadap kondisi kehidupan pribadi dan lingkungannya, terutama dalam rangka saling tolong-menolong antara sesama manusia dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan aspek-aspek ekonomi dan sosialnya, yang pada akhirnya semua hal tersebut ditujukan untuk meningkatkan rasa silaturahim (persaudaraan dan persatuan) dan kemaslahatan (kebahagiaan) di antara sesama manusia, dan senantiasa mencari keridho’an dan/ ber-taqorrub (mendekatkan diri) kepada-Nya . Hal ini juga telah dinyatakan dalam firman Alloh  dan beberapa sabda Rosululloh  .

I b. Makna zakat menurut kaidah syar’iat (terminologis).
Makna zakat menurut syar’i secara umum (disebut juga zakat mutlaq/umum) adalah suatu hak yang dimiliki oleh setiap manusia yang wajib ditunaikan (dishodaqohkan) menurut ketentuan Alloh  dan rosul-Nya  yang shohih/hasan, yang pada umumnya dikeluarkan baik dalam bentuk nyata (ri’il) maupun dalam bentuk tidak nyata (abstrak) , dengan tidak dibatasi oleh penetapan jumlah/kadar (nishob) dan waktu/putaran tahunan (haul)-nya (sehingga penunaian shodaqoh-nya tergantung dari keridho’an si pemiliknya) , yang pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan rasa silaturahim (persaudaraan dan persatuan) dan kemaslahatan (kebahagiaan) di antara sesama manusia, dan senantiasa mencari keridho’an dan/ ber-taqorrub (mendekatkan diri) kepada-Nya .
Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan Ibnul ‘Arobi yang mengatakan bahwa, “Kata zakat secara syar’i pada umumnya dapat diartikan juga dengan shodaqoh (sedekah) wajib (infaq), shodaqoh sunnah, (pemberian) nafkah, hak, atau maaf pada seseorang, dan juga merupakan salah satu rukun Islam yang lima” .
Sementara itu, makna zakat menurut syar’i secara khusus (disebut juga zakat muqoyyad/khusus) adalah suatu hal yang berhubungan dengan pemberian sebagian harta tertentu, yang dimiliki oleh setiap manusia, yang wajib ditunaikan (dishodaqohkan) sesuai dengan nishob -nya dan telah mencapai haul -nya menurut ketentuan Alloh  dan rosul-Nya  yang shohih/hasan secara ikhlas (hanya mengharap keridho’an-Nya), kepada sekelompok orang tertentu (di antaranya adalah: fakir, miskin, atau yang sepertinya, selain bani Hasyim dan bani Mutholib) .
Klasifikasi pengertian zakat menurut syar’i tampak seperti gambar dibawah ini:












Sumber: Atsqolani, (Fathul Baari – Ed. Terjemahan, VIII/7-8); Ash-Shon’ani, (Subulus Salam – Ed. Terjemahan, II/12); Abu Zanjawih, (Al-Amwal, III/946,no. 1703); Shiddiq Hasan Khon, (Ar-Roudhoh an-Nadiyah, I/503); Ibnu Hazm, (Al-Muhalla, VI/233-240); Al-Albani, (Tamamul Minnah – Ed. Terjemahan, hal. 402-415; Majalah Al-Asholah, no.5/15, Dzulhijjah, 1413 H, hal. 60-61); Badawi Al-Khalafi, (Al-Wajiz - Ed. Terjemahan, hal. 426-438); Abdurrahman Al-Bassam, (Taudhih al-Ahkam min Bulughul Marom – Ed. Terjemahan, III/308).





II. Hukum Zakat .
Zakat diwajibkan pada tahun kedua Hijriah. Zakat disyar’iatkan untuk mensucikan jiwa/hati dan harta, serta berbagai bentuk ibadah kepada Alloh  dan sesama manusia (khususnya sesama saudara se-iman).
Zakat adalah salah satu rukun dan prinsip dasar Islam, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an dan hadits yang shohih/hasan, dan Alloh  menyejajarkan (yaitu pada umumnya dengan mengikutkan/menambahkan) perintah zakat bersamaan dengan perintah sholat (tertulis dalam Al-Qur’an sebanyak 82 ayat).
Zakat mencakup hal-hal yang baik di dalam syar’iat Islam, yang datang dengan membawa persamaan, kasih sayang, cinta kasih, saling tolong-menolong, menghilangkan seluruh keburukan yang mengancam kehormatan, keamanan, dan kesejahteraan, serta hal-hal lain dari pilar-pilar kehidupan bahagia di dunia serta kenikmatan abadi di akhirat. Alloh  telah menjadikan zakat sebagai kesucian bagi pelakunya dari kehinaan sifat kikir, pengembangan hal-hal yang bersifat material dan spiritual, persamaan di antara sesama manusia dan bantuan dari orang-orang yang mampu kepada saudaranya yang berhak menerimanya, dan penyatuan kata pada orang-orang kaya untuk bersikap dermawan dengan sebagian harta mereka.
Dengan kewajiban yang mulia seperti (zakat) ini dapat ditunjukkan bahwa Islam merupakan agama solidaritas yang dapat menaungi orang-orang miskin dengan sesuatu yang dapat membantu kehidupannya. Islam juga merupakan agama kebebasan yang memberikan hak kepada orang-orang yang mampu, berupa kebebasan untuk memiliki sesuai dengan kerja kerasnya. Dengan diwajibkan zakat kepadanya (khususnya orang-orang yang mampu dan kaya) merupakan suatu bentuk persamaan bagi saudara-saudaranya yang lemah dan miskin. Islam juga merupakan agama yang moderat. Dia tidak sama dengan faham komunis yang membabi buta, dan tidak sama dengan faham kapitalis yang menyimpang, menimbun, dan bersifat kikir.
III. Perintah, Ancaman, dan Hukuman Melalaikan Zakat.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Zakat adalah salah satu rukun dan prinsip dasar Islam, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an dan hadits yang shohih/hasan , dan Alloh  menyejajarkan (yaitu pada umumnya dengan mengikutkan/menambahkan) perintah zakat bersamaan dengan perintah sholat. Umat Islam pun telah sepakat bahwa zakat adalah salah satu rukun Islam berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama yang mengacu pada Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shohih/hasan .
Dengan adanya ijma’ mengenai zakat tersebut, maka barang siapa ada yang mengingkari kewajibannya, maka dia telah menjadi kufur dan pasti akan mendapat adzab (siksa) yang berat dari Alloh  baik di dunia maupun di akhirat kelak , dan barang siapa yang melarang/mencegah (untuk mengeluarkan zakat)-nya, maka dia fasik . Imam Nawawi mengatakan bahwa, “Apabila ada seseorang yang mengingkari kewajiban zakat, maka harus ditela’ah dulu. Kalau dia adalah seseorang yang masih samar tentang hukum tersebut (misalnya seorang yang mu`allaf [baru memeluk agama Islam] atau tidak sampai padanya keterangan syar’iat Islam mengenai zakat disebabkan tempat tinggalnya yang sangat jauh di daerah pedalaman, dan semisalnya) maka orang tersebut tidak dikafirkan akan tetapi berkewajiban untuk menerangkan kepadanya mengenai kewajiban ber-zakat yang diambil darinya. Kalau dia adalah seseorang yang tidak samar lagi mengenai keterangan syar’iat Islam dalam hal ber-zakat maka orang tersebut dihukumi kafir kalau sampai mengingkari kewajiban zakat-nya, dan diberlakukan baginya hukum orang yang murtad, sehingga orang tersebut wajib disuruh untuk ber-taubat dan bila tidak mau maka harus dibunuh, disebabkan zakat merupakan kewajiban yang telah diketahuinya secara pasti dalam syar’iat Islam, maka baginya bila tidak mau ber-taubat (dengan menunaikan zakat-nya) dianggap telah mendustakan Alloh  dan rosul-Nya ”. Fatwa ulama lainnya yang serupa dan menguatkan fatwa Imam An-Nawawi sebelumnya, juga dikeluarkan oleh Sayyid Sabiq namun dengan sedikit tambahan bahwa, “Adapun kalau ada seseorang yang menolak untuk menunaikan zakat-nya namun dia meyakini bahwa zakat itu wajib hukumnya untuk ditunaikan, maka dia tidak dihukumi kafir, hanya saja dia telah melakukan dosa besar. Dan bagi pemerintah/penguasa (amirul mukminin) wajib mengambil zakat-nya dan mengambil separuh (dari) harta (keseluruhan)-nya sebagai hukuman (denda) atas perbuatannya . Apabila orang tersebut tetap menolak untuk membayarnya, maka pemerintah/penguasa wajib memeranginya sampai orang tersebut mau menunaikan zakat dan dendanya sesuai ketentuannya tersebut ”.
Namun demikian juga sebaliknya, barang siapa yang menetapkan dan memaksakan kepada sesama muslim lainnya untuk mengeluarkan zakat pada harta-harta yang tidak ditetapkan secara jelas untuk pengeluaran zakat-nya secara syar’iat Islam (dalam nash/dalil Al-Qur’an ataupun hadits-hadits yang shohih/hasan, bukan hanya berdasarkan pada ijma’ atau qiyas/analogi para ulama yang tidak berdasarkan pada Al-Qur’an dan haidts-hadits yang shohih/hasan), maka dia telah berbuat bid’ah dan menzholimi saudara seimannya sendiri . Para sahabat  telah menjelaskan orang-orang yang enggan membayar zakat, di mana pada hakikatnya mereka telah menghalalkan darah dan harta mereka, dan pada hakikatnya mereka juga telah melarang salah satu syi’ar Islam yang paling besar dan mendasar dari beberapa syi’ar Islam yang ada.




Panduan Praktis

1. Makna kata zakat menurut kaidah bahasa (etimologis) adalah suatu hal pensucian jiwa/hati (tazkiyatun nufuz) dan harta yang dimiliki oleh setiap manusia (terhadap berbagai penyakit hati dan racun-racunnya yang senantiasa sangat berpotensi untuk menjangkiti dan mempengaruhi kesehatan tubuhnya secara keseluruhan), dan (dengan pertolongan Alloh ) kemudian dapat menambah atau mengembangkan kualitas dan kuantitas dari pengaruh aktivitas tubuhnya secara keseluruhan beserta harta yang dimilikinya, sehingga dapat berinteraksi dan bermanfa’at secara maksimal terhadap kondisi kehidupan pribadi dan lingkungannya, terutama dalam rangka saling tolong-menolong antara sesama manusia dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan aspek-aspek ekonomi dan sosialnya, yang pada akhirnya semua hal tersebut ditujukan untuk meningkatkan rasa silaturahim (persaudaraan dan persatuan) dan kemaslahatan (kebahagiaan) di antara sesama manusia, dan senantiasa mencari keridho’an dan/ ber-taqorrub (mendekatkan diri) kepada-Nya.
2. Makna zakat menurut syar’i secara umum (disebut juga zakat mutlaq/umum) adalah suatu hak yang dimiliki oleh setiap manusia yang wajib ditunaikan (dishodaqohkan) menurut ketentuan Alloh  dan rosul-Nya  yang shohih/hasan, yang pada umumnya dikeluarkan baik dalam bentuk nyata (ri’il) maupun dalam bentuk tidak nyata (abstrak), dengan tidak dibatasi oleh penetapan jumlah/kadar (nishob) dan waktu/putaran tahunan (haul)-nya (sehingga penunaian shodaqoh-nya tergantung dari keridho’an si pemiliknya), yang pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan rasa silaturahim (persaudaraan dan persatuan) dan kemaslahatan (kebahagiaan) di antara sesama manusia, dan senantiasa mencari keridho’an dan/ ber-taqorrub (mendekatkan diri) kepada-Nya.
3. Makna zakat menurut syar’i secara khusus (disebut juga zakat muqoyyad/khusus) adalah suatu hal yang berhubungan dengan pemberian sebagian harta tertentu, yang dimiliki oleh setiap manusia, yang wajib ditunaikan (dishodaqohkan) sesuai dengan nishob-nya dan telah mencapai haul-nya menurut ketentuan Alloh  dan rosul-Nya  yang shohih/hasan secara ikhlas (hanya mengharap keridho’an-Nya), kepada sekelompok orang tertentu (di antaranya adalah: fakir, miskin, atau yang sepertinya, selain bani Hasyim dan bani Mutholib).
4. Zakat disyar’iatkan untuk mensucikan jiwa/hati dan harta, serta berbagai bentuk ibadah kepada Alloh  dan sesama manusia. Hal ini ditunjukkan bahwa zakat adalah salah satu rukun dan prinsip dasar Islam, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an dan hadits yang shohih/hasan, dan Alloh  menyejajarkan perintah zakat bersamaan dengan perintah sholat.
5. Zakat adalah salah satu rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap pemeluknya, maka barang siapa ada yang mengingkari kewajibannya, maka dia telah menjadi kufur dan pasti akan mendapat adzab (siksa) yang berat dari Alloh  baik di dunia maupun di akhirat kelak, dan barang siapa yang melarang/mencegah (untuk mengeluarkan zakat)-nya, maka dia fasik. Namun demikian juga sebaliknya, barang siapa yang menetapkan dan memaksakan kepada sesama muslim lainnya untuk mengeluarkan zakat pada harta-harta yang tidak ditetapkan secara jelas untuk pengeluaran zakat (muqoyyad)-nya secara syar’iat Islam, maka dia telah berbuat bid’ah dan menzholimi saudara seimannya sendiri.

BAB III
Fadhillah dan Manfa’at Zakat

I. Menurut syar’iat Islam.
I.a. Tinjauan fadhillah (hikmah) dan manfa’at zakat mutlaq (umum).
Beberapa fadhillah (hikmah) dan manfa’at yang dapat diambil dengan disyar’iatkan-nya zakat mutlaq (secara umum), di antaranya adalah : (1) Penyempurnaan pemahaman keislaman seorang muslim, karena penunaian zakat merupakan salah satu rukun Islam yang lima, (2) Pembenaran keimanan seorang muslim, mengingat zakat merupakan suatu harta atau hak yang sangat berharga yang dimiliki dan dicintai oleh jiwa dan hawa nafsunya, 3) Mendapatkan kesempatan untuk menambah ilmu dan hidayah dari Alloh , (4) Dapat membantu meningkatkan kedisiplinan, ketahanan fisik, kesucian jiwa/hati, dan kelapangan dada secara individu, dan (5) Merupakan salah satu penyebab seorang muslim menjadi dekat dengan Alloh, dan mendapatkan rahmat, ampunan, pertolongan dan surga-Nya.

I.b. Tinjauan fadhillah (hikmah) dan manfa’at zakat muqoyyad (khusus).
Beberapa fadhillah (hikmah) dan manfa’at yang dapat diambil dengan disyar’iatkannya zakat muqoyyad (secara khusus), di antaranya adalah : (1) Zakat dapat menolong sesama manusia dan mempererat hubungan silaturahim dan ukhuwah Islamiyah, (2) Zakat dapat meredam dan memadamkan terjadinya kecemburuan sosial, kemiskinan, kriminalitas (seperti terjadinya perampokkan atau pencurian), dan 3) Zakat dapat memperbaiki, mempertahankan, dan bahkan meningkatkan keadaan sosial ekonomi suatu masyarakat atau negara.






II. Menurut kaidah medis.
II.a. Tinjauan fadhillah (hikmah) dan manfa’at zakat mutlaq (umum).
Fadhillah (hikmah) dan manfa’at yang dapat diambil dengan disyar’iatkannya zakat mutlaq (secara umum), di antaranya adalah dapat mengobati berbagai gangguan, kelainan, penyakit pada tubuh, serta mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Penunaian zakat mutlaq secara benar, istiqomah (konsisten), dan ikhlas (hanya mengharap keridho’an Alloh ), dapat mewujudkan hal-hal tersebut melalui pencapaian hasil proses penenangan (pensucian) hati/jiwa (tazkiyatun nufuz) secara maksimal menurut tuntunan syar’iat Islam yang diperoleh dari: (1) Perwujudan semua peribadahan kepada Alloh  secara benar (sesuai dengan tuntunan dari Rosululloh  yang shohih/hasan), khusyu’ (penuh konsentrasi), istiqomah, sabar, dan ikhlas, dalam usahanya untuk mengobati penyakit-penyakit hati/jiwa dan racun-racun yang ada di dalamnya melalui pertolongan dan kehendak-Nya, dan (2) Penunaian hal-hak tubuh yang telah ditetapkan Alloh  sebagai fitrahnya. Inti dari kedua hal ini secara sederhana adalah mengembalikan keadaan dan kestabilan fungsi dari organ jantung (hati/jiwa) dan sistem yang berhubungan dengannya kepada fitrah awalnya yang normal dan baik. Pengembalian keadaan dan kestabilan fungsi dari organ jantung (hati/jiwa) dan sistem yang berhubungan dengannya tersebut diperoleh melalui penstabilan sistem pelaksana dan pengaturan metabolisme tubuh secara keseluruhan (yang terdiri dari sistem persarafan/kejiwaan , jantung, dan pembuluh darah) dalam usahanya untuk menstabilkan keadaan (kadar/jumlah) dan aktivitas dari pembentukan (sintesis) dan pengeluaran (sekresi) dari hormon endokrin kortisol tubuh , yang ternyata menurut kaidah medis di bidang ilmu kedokteran psiko-neuro-imuno-endokrinologi mutakhir telah ditunjukkan bahwa peningkatan kadar dan aktivitas dari hormon endokrin kortisol tersebut memainkan peran yang sangat penting dan berhubungan dengan terjadinya berbagai gangguan dan kelainan pada sistem pelaksana dan pengaturan metabolisme secara keseluruhan sehingga hormon tersebut relatif telah ditentukan sebagai faktor utama pencetus terjadinya sebagian besar gangguan, kelainan, dan penyakit pada jantung (hati), jiwa, dan tubuh secara keseluruhan .
Penjelasan lebih lanjut dan khusus mengenai pengaruh penunaian zakat mutlaq tersebut, yang dilakukan baik dengan menjalankan semua peribadahan kepada Alloh  maupun dengan penunaian hak-hak tubuh menurut syar’iat Islam, terhadap pengobatan dan peningkatan kesehatan tubuh seseorang dalam usahanya menstabilkan keadaan (kadar) dan aktivitas dari pembentukkan dan pengeluaran hormon endokrin kortisol ke dalam tubuhnya, adalah mengusahakan terjadinya penstabilan dan kelancaran dalam pengiriman, penyebaran, dan penerimaan energi murni tubuh (pure-bio-electric) yang sebelumnya sudah ada di dalam dirinya untuk mengaktifkan kesadaran murni tubuh yang berada di atas pikiran, jiwa, dan perasaan (emosi)-nya, yang secara umum dan sederhana dilakukan dengan cara-cara: (1) Perenungan kembali terhadap esensi penciptaan dirinya sendiri dan alam semesta oleh Alloh , (2) Pengenalan jati diri dan lingkungannya, sebagai tempat tinggal dan berinteraksi baginya, dan (3) Meningkatkan konsentrasi/pemusatan pikiran, jiwa, dan hati (kekhusyu’an) semaksimal dan sebaik mungkin dalam menjalankan semua peribadahannya kepada Alloh  dan penunaian hak-hak tubuhnya, yang disertai dengan pengosongan (penglepasan) semua beban pikiran dan mental yang pernah ada dan mengembalikan semuanya kepada takdir dari-Nya dengan sabar, istiqomah (konsisten), dan ikhlas hanya karena-Nya, untuk mendapatkan ketenangan diri (hati, jiwa, dan tubuh). Hal ini secara nyata dan sederhana dapat dilakukan dengan cara mengusahakan pengalihan dan penghambatan penerimaan rangsangan inderawi (rangsangan yang masuk ke tubuh dan berasal dari penerimaan panca indera) tubuh semaksimal dan sebaik mungkin dalam rangka mengusahakan penstabilan pengaturan (frekuensi/kekerapan) nafas dan denyut jantung dan otak seefektif dan seoptimal mungkin .
Data dari studi medis mutakhir lainnya menunjukkan bahwa pada saat suasana hati (jiwa) dalam keadaan tenang, tentram, dan konsentrasi intens (khusyu’), sel-sel otak (di daerah sistem limbik) menghasilkan neurotransmiter dopamine secara efektif dan optimal, yang kemudian dikeluarkan ke ujung-ujung sarafnya, lalu menghasilkan berbagai impuls (aliran atau gelombang listrik) syaraf pada otak. Dalam 4/10 detik, aktivitas gelombang listrik syaraf ini menyebar dan mengumpul pada beberapa bagian di otak (yaitu di bagian-bagian sisi-sisi kiri dan kanan dari kulit otak besar [cerebral cortex], di badan depan otak besar [lobus frontalis cerebral cortex] , di daerah pemrosesan rangsangan-penglihatan pada bagian belakang otak besar [lobus oksipitalis] , di daerah sistem limbik [terutama daerah-daerah amigdala dan hipokampus] , dan di daerah neo-korteks [yaitu daerah ganglia basalis] ), dan kemudian menghasilkan gelombang listrik yang bermuatan positif, yang selanjutnya terlihat seolah-olah seluruh bagian tubuh tidak akan memberikan reaksi atau tanggapannya secara bermakna. Ketenangan hati (jiwa) yang didapat melalui pencapaian kesadaran murni tubuh pada setiap manusia akan membantu mengatasi berbagai penyakit besar dan tekanan masalah dalam menjalani kehidupannya. Banyak data dari studi medis mutakhir menunjukkan bahwa dengan ketenangan hati (jiwa) dapat mempengaruhi kondisi tubuh secara umum, di antaranya adalah: dapat menurunkan kadar hormon-hormon yang dapat menyebabkan stress pada jiwa dan tubuh, meningkatkan daya tahan (imunitas) tubuh melalui peningkatan jumlah sel-sel pertahanan tubuh (seperti: sel-sel NK [natural killers], -Interferone, dan limfosit T dan B) dan konsentrasi protein imunoglobulin, meningkatkan aliran darah dan kadar oksigen di dalam tubuhnya untuk kebutuhan metabolisme seluruh sel tubuh melalui peningkatan ambilan oksigen pernapasan (inspirasi) dan denyut jantung, serta melatih otot-otot pernapasan (dada) seefektif dan seoptimal mungkin.
Data dari beberapa studi mutakhir menunjukkan bahwa pada saat terjadinya beberapa aktivitas kejiwaan/tubuh tertentu, seperti proses kecemasan atau banyak mengeluh atau suasana hati dalam keadaan gembira atau senang (di samping keadaan lainnya seperti tertawa, ketakutan, terjaga, banyak berbicara dan bernyanyi, marah, euforia, atau sedang terangsang dan berfantasi oleh suatu aktivitas seks yang erotis yang terlalu sering terjadi), sel-sel otak (di daerah sistem limbik) menghasilkan banyak neurotransmiter dopamine yang dikeluarkan ke ujung-ujung saraf, lalu menghasilkan berbagai impuls (aliran atau gelombang listrik) syaraf pada otak.
Terjadinya peningkatan dopamine yang berlebihan pada otak dan aliran darah pada tubuh seseorang yang diakibatkan oleh beberapa aktivitas kejiwaan/tubuh tertentu tersebut yang terlalu sering atau berlebihan selanjutnya akan menyebabkan terjadinya peningkatan pengeluaran dan ketidakstabilan aktivitas dari neurotransmiter monoamin lainnya (selain dopamine), terutama nor-epinephrine (katekolamine) yang dihasilkan di otak, dan sangat berpengaruh terhadap sistem RAS . Hal ini akan menyebabkan terjadinya gangguan atau ketidakstabilan pada aktivitas dari neurotransmiter tersebut berupa terjadinya gangguan atau kelainan kejiwaan (seperti: ansietas, depresi, dan kelainan kejiwaan lainnya) dan peningkatan rangsangan pada aktivitas poros HPA (hipotalamus-pituitary-adrenal), dengan mengaktivasi sintesis (pembentukkan) dan sekresi (pengeluaran) dari hormon-hormon CRH/F di hipotalamus otak, yang kemudian berdampak pada terjadinya stress, peningkatan denyut jantung dan gangguan iramanya, peningkatan tekanan darah, gangguan pernapasan (sesak nafas/penyakit asma) dan metabolisme sel-sel tubuh, dan peningkatan kerusakan sel-sel tubuh dan metabolisme-nya secara menyeluruh melalui terjadinya kelainan atau gangguan pembuluh darah, aliran, dan komposisinya yang disebabkan oleh peningkatan penumpukkan zat-zat radikal bebas di dalam tubuh yang dihasilkannya, sehingga pada akhirnya dapat menjadikan keadaan jiwa, hati, dan tubuhnya tidak sehat dan mudah/rentan terhadap suatu penyakit .
Kaidah keilmuan dari bidang kedokteran psiki-neuro-imuno-endokrinologi juga menunjukkan bahwa perubahan-perubahan secara fisiologis dan biokimia pada tubuh manusia secara menyeluruh terjadi akibat adanya peningkatan stimulus atau kelainan/gangguan kejiwaan yang merangsang beberapa nukleus (inti) sel syaraf (neuron) tertentu di hipotalamus otak (yang merupakan proyeksi dari aktivitas sistem RAS) untuk menghasilkan beberapa neurotransmiter monoamin otak dan mempengaruhi sintesis (proses penghasilan), sekresi (proses pengeluaran ke dalam aliran darah atau organ sel target tubuh), dan aktivitas dari hormon-hormon endokrin tubuh (terutama hormon CRH, GnRH, dan GH) di hipotalamus, kemudian menghantarkan impuls-impuls syaraf dan hormon-hormon endokrin yang dihasilkannya ke seluruh organ sasaran (target cells) tubuh melalui jalur persyarafan motorik dan aliran darah tubuh melalui aktivitas pemompaan darah yang dilakukan organ jantung dan sistem pembuluh darah tubuh (sesuai dengan kadar/kondisi impuls-impuls atau hormon-hormon endokrin yang diterimanya dari sistem RAS).
Penjelasan secara khusus mengenai timbulnya suatu kelainan, gangguan, atau penyakit pada tubuh yang disebabkan oleh adanya kelainan/gangguan pada sistem RAS dengan aktivitas metabolisme dan sistem yang dihasilkannya, dapat dilihat pada Lampiran 6.
Data dari beberapa studi mutakhir di bidang kedokteran psiko-neuro-imuno-endokrinologi tersebut juga menunjukkan bahwa penyebab jantung (hati) yang sakit atau mengalami kelainan/gangguan, dapat ditela’ah dari 2 hal, yaitu (1) Adanya kelainan/gangguan pada sistem RAS dengan aktivitas metabolisme dan sistem yang dihasilkannya, dan (2) Adanya kelainan/gangguan pada organ jantung, dengan aktivitas metabolisme dan sistem yang dihasilkannya.
Inti utama dari dampak yang ditimbulkan dari keadaan jantung yang sakit adalah terjadinya proses aterosklerosis yang diikuti terjadinya proses disfungsi endotel pada pembuluh-pembuluh darah tubuh, yang menyebabkan terjadinya kelainan atau gangguan dalam pemberian aliran darah yang akan digunakan untuk terjadinya proses metabolisme sel tubuh secara menyeluruh. Sebagaimana diketahui dari banyak studi mutakhir di bidang medis menunjukkan bahwa pada intinya sebagian besar kelainan dan/ penyakit pada tubuh manusia terjadi karena adanya gangguan/kelainan dari mekanisme sistem jantung dan pembuluh darah yang diakibatkan oleh adanya penumpukkan zat-zat radikal bebas yang tidak dapat dinetralisir sel-sel tubuh. Penumpukkan radikal bebas di dalam tubuh ini terutama disebabkan oleh adanya gangguan/kelainan dari proses metabolisme sel-sel tubuh secara keseluruhan, yang dihasilkan terutama dari adanya gangguan/kelainan pada sistem pelaksana dan pengaturan metabolisme-nya (yang terdiri dari sistem persarafan/kejiwaan , jantung, dan pembuluh darah), aktivitas tubuh, dan lingkungan tempat seseorang hidup dan menjalani interaksinya sehari-hari.

II.b. Tinjauan fadhillah (hikmah) dan manfa’at zakat muqoyyad (khusus).
Fadhillah (hikmah) dan manfa’at yang dapat diambil dengan disyar’iatkan-nya zakat mutlaq (secara umum), di antaranya adalah juga dapat mengobati berbagai gangguan, kelainan, penyakit pada tubuh, serta mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Penunaian zakat muqoyyad (khusus) secara benar, istiqomah (konsisten), dan ikhlas (hanya mengharap keridho’an Alloh ), dapat mewujudkan hal-hal tersebut melalui pencapaian hasil proses penenangan (pensucian) hati/jiwa (tazkiyatun nufuz) secara maksimal menurut tuntunan syar’iat Islam yang diperoleh dari perwujudan semua peribadahan kepada Alloh  secara benar (sesuai dengan tuntunan dari Rosululloh  yang shohih/hasan), khusyu’ (penuh konsentrasi), istiqomah, sabar, dan ikhlas, dalam usahanya untuk mengobati penyakit-penyakit hati/jiwa dan racun-racun yang ada di dalamnya melalui ber-mu’amalah, berhubungan atau berinteraksi, saling tolong-menolong antar sesama manusia (khususnya sesame saudara se-iman). Inti dari hal ini secara sederhana adalah sama dengan fadhillah (hikmah) dan manfa’at dari penunaian zakat mutlaq, yakni mengembalikan keadaan dan kestabilan fungsi dari organ jantung (hati/jiwa) dan sistem yang berhubungan dengannya kepada fitrah awalnya yang normal dan baik. Pengembalian keadaan dan kestabilan fungsi dari organ jantung (hati/jiwa) dan sistem yang berhubungan dengannya tersebut diperoleh melalui penstabilan sistem pelaksana dan pengaturan metabolisme tubuh secara keseluruhan dalam usahanya untuk menstabilkan keadaan dan aktivitas dari pembentukan (sintesis) dan pengeluaran (sekresi) dari hormon endokrin kortisol tubuh.
Penjelasan lebih lanjut dan khusus mengenai pengaruh penunaian zakat muqoyyad (khusus) tersebut, yang dilakukan baik dengan menjalankan semua peribadahan kepada Alloh  maupun dengan penunaian hak-hak tubuh menurut syar’iat Islam, terhadap pengobatan dan peningkatan kesehatan tubuh seseorang dalam usahanya menstabilkan keadaan (kadar) dan aktivitas dari pembentukkan dan pengeluaran hormon endokrin kortisol ke dalam tubuhnya, juga sama dengan fadhilla (hikmah) dan manfa’at dari penunaian zakat mutlaq, yang telah diterangkan sebelumnya.














III. Menurut kaidah ekonomi - sosial.
Kemiskinan merupakan problematika terbesar dalam kehidupan, khususnya bagi kondisi perekonomian sebuah negara, dan dampaknya dapat membahayakan aqidah dan akhlaq seseorang, khususnya seorang muslim. Kemiskinan juga dapat menimbulkan banyak problematika kehidupan sosial, seperti kebodohan, rendahnya pendidikan, tingginya angka kriminalitas, keterbelakangan peradaban, dan lain-lain .
Syar’iat Islam menilai bahwa adanya suatu kemiskinan adalah suatu bencana yang harus ditanggulangi, bahkan Rosulullah  memohon pertolongan kepada Alloh  untuk dijauhkan dari kemiskinan, seperti yang dinyatakan dalam do’a beliau, “ … Wahai Alloh, aku mohon perlindungan kepadamu dari kekufuran dan kemiskinan … ” .
Syar’iat Islam datang dengan membawa berbagai solusi untuk mengentaskan kemiskinan dalam masyarakat. Salah satu cara yang ditunjukkan di dalam syar’iat Islam adalah dengan adanya shodaqoh dan zakat, di mana dengan shodaqoh dan zakat tersebut diharapkan kemiskinan dapat dikurangi melalui proses perpindahan kekayaan dari orang kaya kepada orang miskin, seperti dinyatakan Alloh  dalam firman-Nya,
     
Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” (QS. Adz-Dzaariyaat [51]: 19).

dan dalam sabda Rosululloh  yang artinya, “Sungguh aku telah diperintahkan untuk mengambil sedekah (zakat) dari orang-orang kaya di antara kamu dan membagikannya kepada orang-orang miskin di antara kamu … ” .

Beberapa dalil di atas menunjukkan beberapa hal penting terkait ekonomi masyarakat yaitu adanya keadaan masyarakat yang surplus keadaan perekonomiannya (kaya) dan adanya masyarakat yang defisit keadaan perekonomiannya (miskin), di mana keadaan perekonomian dan sosial mereka dalam hal ini dapat dijembatani dengan adanya zakat, khususnya menyangkut permasalahan ekonomi, konsumsi, dan dsitribusinya. Di bawah ini akan diuraikan bagaimana pengaruh zakat dalam meningkat konsumsi dan distribusi masyarakat.

III.a. Meningkatkan konsumsi masyarakat.
Definisi dari konsumsi adalah penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia . Dalam perekonomian syar’iat Islam, konsumsi dinilai sebagai sarana wajib di mana seorang muslim tidak dapat mengabaikannya, dalam salah satu usahanya untuk merealisasikan tujuan yang dikehendaki oleh Alloh  berkaitan dengan penciptaan manusia, yaitu pengabdian sepenuhnya kepada-Nya, di samping syar’iat Islam juga mewajibkan manusia untuk mengkonsumsi apa yang dapat menghindarkan seseorang dari terjadinya kerusakan pada dirinya dan berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan semua kewajiban yang telah ditetapkan Alloh  kepadanya. Hal ini telah dijelaskan Alloh  juga dalam firman-Nya,
      
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-Dzaariyaat [51]: 56).

Dalam hubungannya antara zakat dengan konsumsi, tampak bahwa zakat mengalihkan sebagian harta dari golongan orang-orang kaya yang kemudian diberikan kepada orang-orang yang miskin, di mana di sana juga terlihat bahwa kaum muslimin yang keadaannya kaya seharusnya membatasi pola konsumsinya demi menyisihkan sebagian hartanya untuk digunakan sebagai konsumsi bagi orang-orang muslim yang miskin, seperti telah dinyatakan Alloh  dalam firman-Nya,
                      
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (di jalan Alloh) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at..Dan orang-orang kafir Itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Baqoroh [2]: 254).

yang dikuatkan dengan beberapa firman-Nya yang lain,
           
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila menginfaqkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS. Al-Furqon [25]; 67).
dan,
  •           •                     
Artinya: “Dan infaqkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Wahai Robb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)-ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?". Dan Alloh sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Alloh Maha mengetahui (segala) apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Munaafiquun [63]: 10-11).














Metwally (1995:48) dalam sebuah studi hipotesanya menjelaskan mengenai pengaruh zakat terhadap fungsi konsumsi, seperti terlihat pada diagram di bawah ini:

Keterangan: C Pola Konsumsi Masyarakat.
Z Penunaian Zakat.
Sumber: M. Arif Mufraini, (Akuntansi dan Manajemen Zakat, 2006).

Dari diagram di atas dapat ditunjukkan bahwa pola konsumsi masyarakat secara keseluruhan akan meningkat seiring dengan adanya penunaian zakat. Studi hipotesa tersebut menunjukkan bahwa penunaian zakat merupakan salah satu faktor pendorong pola konsumsi masyarakat miskin, yang sebelumnya terbatasi oleh pola konsumsi yang disebabkan oleh keadaan kemiskinannya. Sedangkan zakat bagi masyarakat kaya dapat berperan sebagai penahan pola konsumsi mereka, agar tetap berada dalam kondisi kewajarannya dan sesuai kebutuhannya.

III.b. Meningkatkan distribusi masyarakat.
Makna distribusi dalam perekonomian syar’iat Islam adalah mencakup pengaturan kepemilikan unsur-unsur produksi dan sumber-sumber daya kekayaan bagi keadilan masyarakat umum. Dalam masalah ini dapat ditunjukkan bahwa zakat mempunyai peran penting dalam kajian distribusi ini, seperti tampak pada kajian terhadap masalah konsumsi yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perintah zakat adalah untuk mengambil sebagian harta dari orang-orang kaya, sehingga zakat dapat terdistribusikan kepada masyarakat miskin yang membutuhkan, dan diharapkan kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat. Kajian tersebut menunjukkan bahwa zakat telah memenuhi tujuan dari distribusi ekonomi yaitu ditunjukkan dengan adanya redistribusi pendapatan di antara masyarakat yang memerlukan dan yang berlebihan, serta adanya alokasi antara konsumsi dan investasinya.
Masalah zakat dan distribusi yang penting lainnya adalah masalah yang berhubungan dengan jaminan sosial, di mana tanggung jawab jaminan sosial ini merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakatt, individu dan pemerintah, seperti yang telah dinyatakan Alloh  dalam firman-Nya,
                          •       • 
Artinya: “Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, orang-orang yang sedang dalam perjalanan (musafir/ibnu sabil), dan hamba sahaya (budak)-mu. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An-Nisaa` [4]: 36).

Ayat Al-Qur’an tersebut menjelaskan bahwa dalam hubungannya antara sesama manusia wajib saling menjamin mengenai keadaan kehidupannya, dan dengan adanya syar’iat untuk ber-zakat diharapkan orang-orang yang berhak menerima zakat tersebut dapat menjadi tanggung jawab saudara-saudara (seimannya) yang telah mendistribusikan sebagian harta mereka melalui penunaian zakat-nya.
Hal ini juga akan mempererat sodaritas di antara sesama umat muslim pada khususnya (dan seluruh umat manusia pada umumnya), seperti dinyatakan dalam sabda Rosulullah , “Orang mukmin bagi orang mukmin lain adalah seperti bangunan yang sebagiannya menguatkan yang lainnnya” (dalam redaksi hadits lainnya: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling mencintai dan saling kasih sayang, mereka seperti sebuah tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya merasa sakit, maka seluruh anggota tubuh akan ikut juga merasakannya dengan berjaga dan demam” ).






























Panduan Praktis

1. Beberapa fadhillah (hikmah) dan manfa’at yang dapat diambil dengan disyar’iatkan-nya zakat mutlaq (secara umum), di antaranya adalah: (1) Penyempurnaan pemahaman keislaman seorang muslim, karena penunaian zakat merupakan salah satu rukun Islam yang lima, (2) Pembenaran keimanan seorang muslim, mengingat zakat merupakan suatu harta atau hak yang sangat berharga yang dimiliki dan dicintai oleh jiwa dan hawa nafsunya, 3) Mendapatkan kesempatan untuk menambah ilmu dan hidayah dari Alloh , (4) Dapat membantu meningkatkan kedisiplinan, ketahanan fisik, kesucian jiwa/hati, dan kelapangan dada secara individu, dan (5) Merupakan salah satu penyebab seorang muslim menjadi dekat dengan Alloh, dan mendapatkan rahmat, ampunan, pertolongan dan surga-Nya.
2. Beberapa fadhillah (hikmah) dan manfa’at yang dapat diambil dengan disyar’iatkannya zakat muqoyyad (secara khusus), di antaranya adalah: (1) Zakat dapat menolong sesama manusia dan mempererat hubungan silaturahim dan ukhuwah Islamiyah, (2) Zakat dapat meredam dan memadamkan terjadinya kecemburuan sosial, kemiskinan, kriminalitas (seperti terjadinya perampokkan atau pencurian), dan 3) Zakat dapat memperbaiki, mempertahankan, dan bahkan meningkatkan keadaan sosial ekonomi suatu masyarakat atau negara.
3. Menurut kaidah medis, fadhillah (hikmah) dan manfa’at yang dapat diambil dengan disyar’iatkannya zakat mutlaq (secara umum) dan muqoyyad, di antaranya adalah dapat mengobati berbagai gangguan, kelainan, penyakit pada tubuh, serta mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh secara keseluruhan.
4. Menurut kaidah ekonomi-sosial, fadhillah (hikmah) dan manfa’at yang dapat diambil dengan disyar’iatkannya zakat mutlaq (secara umum) dan muqoyyad adalah memecah berbagai solusi untuk mengentaskan kemiskinan dalam masyarakat., di mana dengan shodaqoh dan zakat tersebut diharapkan kemiskinan dapat dikurangi melalui proses perpindahan kekayaan dari orang kaya kepada orang miskin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar