Senin, 14 Desember 2009

Kiat Menunda Penuaan Dini

KIAT MENUNDA PENUAAN DINI


PENDAHULUAN

Fakta hukum alam menunjukkan bahwa semua makhluk hidup akan menjadi tua dan akhirnya meninggal/mati. Hal yang wajar bila hampir semua orang menginginkan agar hidupnya dapat lama (mencapai usia lebih tua). Rasa keinginan hidup sampai usia tua tersebut juga diiringi dengan permohonan agar kualitas hidup pada hari tuanya tidak terlalu berkurang oleh karena kemunduran fisik dan mental, terserang berbagai penyakit dan adanya perubahan-perubahan yang mempengaruhi nutrisi dan lingkungannya, seperti zat–zat pollutant dan radiasi-ionisasi sinar matahari (UV-ultra violet), yang pada umumnya dapat mempengaruhi kelenturan serat/jaringan kolagen dan elastin tubuh sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan dan menyertai proses penuaan seluruh sel tubuh (aging) semua orang.
Proses penuaan (aging) merupakan suatu proses yang tidak dapat dihindari dan pasti dialami oleh setiap individu, yang dapat mengakibatkan perubahan-perubahan yang berlangsung secara bertahap pada berbagai sel/organ tubuhnya. Proses penuaan dini (premature-aging) adalah proses perubahan pada (sel) tubuh yang sedang terjadi dan tampak pada saat ini, tidak sesuai dengan proses perubahan yang seharusnya terjadi di usianya saat ini (baik secara anatomis maupun fisiologis), dan sifatnya terkait dengan waktu, universal, intrinsik, progresif dan detrimental. Proses penuaan sel tubuh secara dini (premature-aging) merupakan suatu hasil resultante/penjumlahan semua proses perubahan secara instrinsik (perubahan yang menyesuaikan dengan umur kronologis hidup dan/ fisiologi sel tubuh) dan ekstrinsik/photo-aging (perubahan yang disebabkan faktor polusi eksterna seperti sinar matahari, polusi udara, air tanah, alat elektronik, dan nutrisi yang tidak seimbang), yang terjadi dengan berlalunya waktu dan dapat menjadi penyebab/berkaitan dengan meningkatnya kerentanan (kelemahan) tubuh terhadap penyakit, yang dapat berakhir dengan kematian. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan semua orang untuk bertahan hidup (life-survival) dan beradaptasi (menyesuaikan diri) terhadap lingkungannya.
Perwujudan proses penuaan dan mengalami kematian yang dapat dicapai seseorang (setiap individu) berbeda-beda, dengan kenyatan bahwa ada seseorang yang dapat mencapai usia lanjut sekali tetapi ada juga seseorang yang tampak cepat sekali menjadi lebih tua dibandingkan dengan individu lain yang seusianya. Proses perubahan ini biasanya terjadi akibat kesalahan dari cara hidup modern yang sifatnya serba instans (cepat dan ringkas), tanpa melihat resiko apa yang akan terjadi.
Para peneliti mendapatkan suatu teori bahwa pengurangan pemasukan kalori dapat meningkatkan usia binatang dan menunda berbagai penyakit dan kematian. Cukup banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pengurangan kalori 30-60% berhasil meningkatkan usia rata-rata tikus (percobaan). Pengurangan kalori juga dapat menunda timbulnya kanker payudara, prostat dan limfoma (tumor pada organ limfe tubuh). Pengurangan kalori akan menekan kecepatan metabolisme energi, yang berhubungan dengan konsumsi oksigen oleh tubuh sehingga pada akhirnya dapat menekan penghasilan suatu hasil/produk metabolit yang bernama radikal bebas (zat oksidan). Radikal bebas (RB) tersebut dianggap merupakan bahan yang mempunyai peran penting dalam pengrusakan struktur dan fungsi makro dan mikromolekul sel/organ tubuh manusia, seperti protein, DNA dan lipid (lemak). Di sisi lain, sel-sel normal tubuh manusia mempunyai pertahanan berupa adanya zat- zat antioksidan alami yang dihasilkan sel tubuh, kemudian akan menimbulkan suatu reaksi tehadap RB dan menyebabkan terjadinya proses stres oksidatif (oxidative injury) yang menimbulkan aktivasi dan pengeluaran mediator-mediator kimia sel tubuh, dan selanjutnya akan memperberat proses stres oksidatif tersebut secara berkesinambungan.
RB merusak integritas (kesatuan) sel termasuk semua organel (sel) dan material (sel), seperti DNA (Deoxy-riboNucleic Acid) dan RNA (Ribonucleic Acid) yang berfungsi sebagai Determinant/Penentu genetik, sifat dan karakter (ciri khas) seseorang. Kerusakan ini menyebabkan percepatan pemendekan Telomere (mikrosel) yang manifestasi selanjutnya adalah menimbulkan efek penuaan dini (premature aging). RB juga mengurangi daya repair (perbaikan) sel sehingga mempercepat penuaan dini (premature aging). Sebenarnya RB merupakan hasil proses metabolik natural (alami) dan/ oksidasi dari sel tubuh yang terkenal dengan nama Reactive Oxygen Species (ROS), tetapi karena proses yang terjadi berlangsung lama, terus-menerus dan berkesinambungan (kronis), maka akan membuat pengeluaran dan aktivasi zat-zat antioksidan natural (tubuh) secara berlebihan sehingga kadar/porsi zat-zat antioksidan natural (tubuh) tersebut menjadi menurun atau tidak adekuat untuk melakukan hal detoksifikasi/eliminir (penghancuran) RB tersebut.
Pembentukan RB secara non-enzimatik dan enzimatik memang terjadi secara normal di dalam sel. Pembentukan RB dapat dikatakan berasal dari beberapa sumber yaitu transport elektron mitokondria (organel sel tubuh), metabolisme peroxismal asam lemak, reaksi enzimatik sitokrom milik mikrosomal P-450, sel fagosit, melalui proses deaminasi dopamin oleh monoamin oksidase dan katalitik pembentukan NO (nitric oxide) dan proses autooksidasi sel yaitu proses oksidasi spontan dari molekul-molekul biologi sel tubuh, yang biasanya berkaitan dengan transfer elektron (e-) non enzimatik. Beberapa senyawa yang dapat berautooksidasi pada sel tubuh yaitu tiol, hidrokuinon, katekolamin, flavin, ferredoxin, dialuric acid, haemoglobine (RB utamanya radikal superoksida/O2-), dan obat-obatan (xenobiotic).
Pembentukan RB (secara non-enzimatik dan enzimatik) terutama di dalam mitokondria (sel), yang pada awalnya sebagian besar menghasilkan jenis RB oksigen/radikal superoksida (O2-) dan hidrogen peroksida (H2O2). Kemudian, sebagai hasil reaksi kimia pada rantai pernapasan mitokondria (sel) tersebut, akan berakhir dengan tereduksinya O2- menjadi H2O (O-). Hasil pertama dari reduksi oksigen (O2) adalah terbentuknya radikal superoksida (O2-) yang dapat diukur, yang kemudian kadarnya dijadikan parameter terjadinya inefisiensi metabolik relatif pada keadaan hipoksia atau hiperoksia. Membran dalam mitokondria juga banyak mengandung logam Fe/besi dan Cu/tembaga (precursor proses oksidasi) sehingga akan terjadi peningkatan RB (dari zat selain O2) dan aktivasi kembali sistem transfer elektron (electron transfer system) di membran tersebut dan bagian dalam mitokondria (sel) yang merupakan sumber utama produksi radikal superoksida (O2-). Produksi RB oleh mitokondria (sel) yang banyak tersebut akan menghancurkan komponen mitokondria sendiri termasuk protein-protein (kandungannya) yang fungsinya merupakan aspek penting dalam terjadinya proses penuaan dan kematian sel tubuh.
Peroksidasi lipid (proses oksidasi karena peningkatan lemak) juga dapat terjadi pada permukaan luar membran (sel), pada permukaan luminal membran (sel), atau pada lapisan sitoplasma (sel). Apabila zat/molekul antioksidan yang mudah larut dalam air (asam askorbat/vit.C, asam amino sulfhidril, glutathione) tidak ada maka pembentukan RB lipid (peroxyl fatty acid radicals-oxLDL) mudah terjadi. Semua komponen/organel sel rentan terhadap serangan RB, terutama sistem membran, membran (lipid-bilayer) (sel), adalah target pertamanya karena muatan asam lemaknya tinggi, sehingga sangat rentan terhadap terjadinya proses peroksidase lipid tersebut. Sedangkan kerentanan pada membran lain di dalam sel, tergantung pada komposis asam lemak PUFA*, semakin tinggi tingkat tak jenuhnya, semakin rentan terhadap serangan RB-nya. RB lipid dapat dibentuk juga dalam retikulum endoplasma (sel), atau membran-mitokondria (sel), yang dibentuk oleh RB pada membran (lipid-bilayer) sel sebagai hasil transfer elektron (e-) respirasi, atau dari transformasi enzimatik (enzymatic electron transfer complex) dengan logam-logam berat (Fe dan Cu) sebagai kofaktornya, atau autooksidatif dari zat kimia toksik, obat, dan hormon.
Apabila produksi RB lipid (ox-LDL) tersebut berlebihan, disertai dengan produksi RB dari metabolisme (sel tubuh), maka akan menimbulkan terjadinya jejas/benturan oksidatif sel (oxydative injury) yang bermakna, kemudian akan menimbulkan terjadinya proses inflamasi disertai dengan peningkatan produksi/pengeluaran sel-sel radang dengan mediator-mediator kimia inflamasinya (sitokin dan growth factors-faktor pertumbuhan), dan merangsang proliferasi serta migrasi sel-sel otot polos pembuluh darah (vaskuler) sehingga akan menyebabkan disfungsi endotel (kelainan struktur dan fungsi sel endotel-sel penyusun dinding dalam pembuluh darah), penyempitan lumen/lubang pembuluh darah/vaskuler (vasokonstriksi), dan aterosklerosis (penebalan, pengerasan dan penyempitan lumen/lubang vaskuler). Aterosklerosis tersebut akan menghambat aliran darah ke dalam sel. Aterosklerosis akan mengganggu penyaluran/distribusi nutrisi, oksigen (O2), dan zat-zat lain yang dibutuhkan untuk kebutuhan dan kelangsungan hidup seluruh (sel) tubuh sehingga akan menimbulkan gangguan metabolisme, kinerja, fungsi, dan kelestarian (eksistensi) sel tersebut, akibatnya membuat sel menjadi rusak, tidak dapat berfungsi normal, dan berpotensi menjadi RB, debris/benda asing, dan sumber infeksi (focus infection). Pada akhirnya aterosklerosis bisa menyebabkan kegagalan (fungsi) organ tubuh, penurunan kondisi/stamina dan daya tahan tubuh (imunitas) sehingga tubuh mudah terserang penyakit, terutama penyakit degeneratif (seperti penuaan dini-premature aging, pengeroposan tulang, dan proses keganasan), dan dapat menyebabkan kematian.
Di sisi lain, fakta ilmu/pengetahuan juga menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di alam dunia ini, termasuk manusia dan lingkungannya, terjadi proses keseimbangan secara alami dan menyeluruh antara zat-zat perusak tubuh (zat oksidan/radikal bebas-RB) dengan zat-zat proteksi, yang berfungsi sebagai perbaikan dan pembangun terhadap kerusakan oksidatifnya (zat antioksidan). Dalam kaitannya dengan hal di atas, apabila kadar/porsi salah satu dari RB atau zat antioksidan lebih banyak atau sebaliknya akan menimbulkan kerusakan pada tubuh manusia. Sistem pertahanan antioksidan alami tubuh, dalam hal mengatasi ancaman kerusakan tubuh karena RB ini, mempunyai mekanisme yang interrelated dan interregulated satu dengan yang zat/molekul lainnya. Dengan selalu mempertahankan keuntungan akibat antioksidan dan menghindari sebanyak mungkin pajanan terhadap RB adalah cara terbaik untuk pencegahan atau perlambatan proses-proses oksidatif yang akan menimbulkan kerusakan sel, terserang penyakit, penuaan dini, dan kematian.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah penuaan dini (premature-aging) adalah menunda dan menghambat percepatan proses terjadinya kelainan sel tubuh melalui pengendalian semua faktor resiko yang dapat mengaktivasi zat-zat oksidan (RB) secara berlebihan dengan cara mengefektifkan penggunaan zat-zat antioksidan, baik yang diperoleh dari aktivasi zat-zat antioksidan tubuh maupun bantuan melalui masukan (intake) zat-zat nutrisi dan suplemen-suplemennya, olah raga yang teratur, istirahat yang cukup, menghindari stres, dan mengobati penyakit yang dapat memperberat aktivasi proses oksidasi tubuh tersebut.
PEMBAHASAN

I. Proses Penuaan (Aging Process).
Fakta hukum alam menunjukkan bahwa semua makhluk hidup akan menjadi tua dan akhirnya meninggal/mati. Hal yang wajar bila hampir semua orang menginginkan agar hidupnya dapat lama (mencapai usia lebih tua). Rasa keinginan hidup sampai usia tua tersebut juga diiringi dengan permohonan agar kualitas hidup pada hari tuanya tidak terlalu berkurang oleh karena kemunduran fisik dan mental, terserang berbagai penyakit dan adanya perubahan-perubahan yang mempengaruhi nutrisi dan lingkungannya, seperti zat–zat pollutant dan radiasi-ionisasi sinar matahari (UV-ultra violet)1-25 , yang pada umumnya dapat mempengaruhi kelenturan serat/jaringan kolagen dan elastin tubuh sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan dan menyertai proses penuaan seluruh sel tubuh (aging) semua orang1-7,9,13 .
Proses penuaan (aging) merupakan suatu proses yang tidak dapat dihindari dan pasti dialami oleh setiap individu, yang dapat mengakibatkan perubahan-perubahan yang berlangsung secara bertahap pada berbagai sel/organ tubuhnya3,16,21 . Proses penuaan dini (premature-aging) adalah proses perubahan pada (sel) tubuh yang sedang terjadi dan tampak pada saat ini, tidak sesuai dengan proses perubahan yang seharusnya terjadi di usianya saat ini (baik secara anatomis maupun fisiologis)1-25 , dan sifatnya terkait dengan waktu, universal, intrinsik, progresif dan detrimental3,5,6 . Proses penuaan sel tubuh secara dini (premature-aging) merupakan suatu hasil resultante/penjumlahan semua proses perubahan secara instrinsik (perubahan yang menyesuaikan dengan umur kronologis hidup dan/ fisiologi sel tubuh) dan ekstrinsik/photo-aging (perubahan yang disebabkan faktor polusi eksterna seperti sinar matahari, polusi udara, air tanah, alat elektronik, dan nutrisi yang tidak seimbang), yang terjadi dengan berlalunya waktu dan dapat menjadi penyebab/berkaitan dengan meningkatnya kerentanan (kelemahan) tubuh terhadap penyakit, yang dapat berakhir dengan kematian1-25 . Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan semua orang untuk bertahan hidup (life-survival) dan beradaptasi (menyesuaikan diri) terhadap lingkungannya3,5,8 .
Perwujudan proses menjadi tua dan mengalami kematian yang dapat dicapai seseorang (setiap individu) berbeda-beda, dengan kenyatan bahwa ada seseorang yang dapat mencapai usia lanjut sekali tetapi ada juga seseorang yang tampak cepat sekali menjadi lebih tua dibandingkan dengan individu lain yang seusianya1,3,5,6,8 . Proses perubahan ini biasanya terjadi akibat kesalahan dari cara hidup modern yang sifatnya serba instans (cepat dan ringkas), tanpa melihat resiko apa yang akan terjadi2,21 .
Pengukuran proses penuaan tersebut (terutama yang berhubungan dengan penetapan indikator usia pada perubahan secara instrinsik) sukar dilakukan dan hanya dapat dipakai beberapa parameter yaitu keadaan sehat umum, fungsi jantung, fungsi penglihatan, fungsi mental,1,3,5,6,8,9 dan (secara serologi/tingkat sel) pemeriksaan terhadap Telomere2. Pemeriksaan terhadap Telomere (suatu ujung penutup DNA pada kromosom tingkat tinggi yang dianggap sebagai Determinant/Penentu proses penuaan sel tubuh) adalah salah satu pengukuran proses penuaan yang ditunjukkan dengan adanya suatu proses pemendekan dan pengkaitan terhadap ekspresi gen tertentu yang berperan dalam proses penuaan melalui pengambilan (uptake) sebagian Telomere pada setiap kali nukleus membelah2 , sehingga dapat dikatakan bahwa Proses perubahan (penuaan) tubuh/sel (aging) tersebut memang ditentukan oleh adanya perubahan gen, tetapi kecepatan dan perwujudan perubahan prosesnya dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik/photo-aging (lingkungan) karena pada dasarnya proses perubahan tersebut adalah proses-proses kimia yang sesuai dengan hukum-hukum kimia1-25 .
Para peneliti mendapatkan suatu teori bahwa pengurangan pemasukan kalori dapat meningkatkan usia binatang dan menunda berbagai penyakit dan kematian. Cukup banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pengurangan kalori 30-60% berhasil meningkatkan usia rata-rata tikus (percobaan). Pengurangan kalori juga dapat menunda timbulnya kanker payudara, prostat dan limfoma (tumor pada organ limfe tubuh). Pengurangan kalori akan menekan kecepatan metabolisme energi, yang berhubungan dengan konsumsi oksigen oleh tubuh sehingga pada akhirnya dapat menekan penghasilan suatu hasil/produk metabolit yang bernama radikal bebas (zat oksidan). Radikal bebas (RB) tersebut dianggap merupakan bahan yang mempunyai peran penting dalam pengrusakan struktur dan fungsi makro dan mikromolekul sel/organ tubuh manusia, seperti protein, DNA dan lipid (lemak). Di sisi lain, sel-sel normal tubuh manusia mempunyai pertahanan berupa adanya zat- zat antioksidan alami yang dihasilkan sel tubuh, kemudian akan menimbulkan suatu reaksi tehadap RB dan menyebabkan terjadinya proses stres oksidatif (oxidative injury) yang menimbulkan aktivasi dan pengeluaran mediator-mediator kimia sel tubuh, dan selanjutnya akan memperberat proses stres oksidatif tersebut secara berkesinambungan21 .
Banyak penelitian yang dilakukan selanjutnya untuk mencari hal-hal yang dapat menghambat kecepatan terjadinya proses penuaan dan metabolisme tubuh tersebut dengan tujuan untuk memperpanjang usia rata-rata manusia, terutama mengenai hal-hal yang lebih spesifik, seperti siapa/apakah penyebab utamanya, bagaimana jalan prosesnya dan apa yang akan ditimbulkan olehnya ??1,3,4,9,21,22 . Berbagai teori tentang proses penuaan tubuh telah banyak dikemukakan seperti population based theories, organ system based theories, dan cellular based theories3,4,9,21,22. Teori cellular based theories berkaitan dengan teori-teori lainnya seperti teori mutasi somatik, teori error catastrophe, teori proses penuaan wear and tear, teori perubahan kode genetik, teori radikal bebas dan teori glikasi yang intinya adalah1-4,7,9,21,22 :
A. Proses penuaan disebabkan oleh proses oksidatif pada molekul molekul sel yang berusia panjang, seperti jaringan kolagen, elastin dan bahan kromosom.
B. Oksidasi yang terjadi tersebut menimbulkan penguraian mukopolisakarida.
C. Prosesnya diteruskan dengan penimbunan zat innert (misalnya pigmen usia lanjut/age pigment atau lipofuchsin) oleh oksidasi dan polimerisasi lipid/lemak dan protein di dalam jaringan saraf.
D. Proses diteruskan dengan aktivasi peroksidasi lipid yang akan mengubah sifat membran pada mitokondria dan lisosom sel.
E. Proses dilanjutkan dengan terjadinya fibrosis sekunder pada (lumen/lubang) arteriol dan/ kapiler sebagai akibat kerusakan/luka pada dinding pembuluh darah (vaskuler)-nya yang disebabkan oleh adanya proses peroksidasi komponen-komponen serum (lipid, growth factors, dan lain-lain) yang terdapat di dalam dinding pembuluh darah.

Faktanya adalah semua proses penuaan tersebut dapat diterangkan dengan menggunakan teori radikal bebas yang belakangan ini dipercaya dan teori glikasi menjadi sangat populer1-4,9,21,22,26-55 . Terjadinya proses penuaan ternyata dapat dilihat dari berkurangnya serat-serat elastin dan kolagen (suatu protein struktural yang porsinya terbanyak dan hampir ditemukan di semua jaringan dan organ tubuh manusia) disebabkan oleh bertambahnya jumlah ikatan-ikatan silang (kimia) baru di dalam dan di antara serat tersebut (the intra- and inter- fiber cross linkages)1-4,7,9,21,22. Ikatan-ikatan silang (kimia) baru tersebut merupakan perwujudan dari terjadinya reaksi kimia antar molekul-molekul serat kolagen yang faktor penyebab utamanya adalah Radikal Bebas/zat oksidan (RB)1-4,7,9,21,22 . Radikal bebas (RB) yang terbentuk sebagai limbah proses metabolik sel (seperti superoksida anion, hidroksil, peroksil, radikal purin yang dihasilkan dari proses metabolisme sel normal, respirasi mitokondria, autooksidasi biomolekul, hasil zat-zat polutan lingkungan, dan radiasi)1-25 dianggap juga sebagai penyebab terpenting kerusakan semua fungsi (infra- atau ultra-struktur) sel yang mempertahankan kehidupan sel (tubuh) secara normal2,3,4,9,21.
Infra- dan Ultrastruktur sel yang bertanggung jawab untuk mempertahankan kehidupan sel dalam satu organ (tubuh) tersebut, masing-masing adalah2 :
A. Infrastruktur Sel, yaitu2 :
1. Membran Sel, terdiri atas lipid dan protein, merupakan barrier sel untuk mengatur keluar-masuknya nutrisi dan limbah (ke/dari) dalam sel.
2. Sitoplasma, terdiri dari materi berbentuk gelatin (kandungan Ultrastruktur Sel).
3. Nukleus, mengandung Membran nukleus (nuclear envelope) yang mengatur keluar-masuknya zat tertentu dan respons kompleks membran, Nukleoplasma (mengandung protein DNA dan RNA) yang berfungsi sebagai cetakan (biru) struktur gen yang berguna untuk menyimpan dan mengirim informasi data untuk mengontrol sel, dan Nukleolus yang berfungsi untuk membentuk protein RNA.
B. Ultrastruktur Sel, yaitu2 :
1. Ribosom, yang berfungsi membentuk protein untuk metabolisme sel.
2. Lisosom, berisi enzim cerna untuk mencerna makanan sampai terbentuk molekul yang sederhana dan siap pakai.
3. Sentriol, membentuk flagela yang berguna untuk memacu perpindahan sel dan juga membentuk silia (dengan gerakannya yang bergelombang yaitu menggerakan cairan dan mukus pada permukaan sel-pada saat proses mitosis sel) yang berperan dalam pemisahan kromosom.
4. Vakuol, berfungsi sebagai kolektor (pengumpul) limbah sel, membawanya ke permukaan sel, lalu masuk ke sirkulasi darah untuk dikeluarkan melalui ginjal, hati dan kulit.
5. Aparatus Golgi, mengandung kantung mikro yang menyimpan dan mengeluarkan produk sel.
6. Retikulum Endoplasma, membentuk sistem jaringan saluran yang menghubungkan membran sel dan membran nukleus.
7. Mitokondria, merupakan pusat gardu pemasok energi (ATP) yang terdiri dari rangkaian enzim untuk proses respirasi aerobik (oksidasi makanan oleh O2).

RB merusak integritas (kesatuan) sel termasuk semua organel (sel) dan material (sel), seperti DNA (Deoxy-riboNucleic Acid) dan RNA (Ribonucleic Acid) yang berfungsi sebagai Determinant/Penentu genetik, sifat dan karakter (ciri khas) seseorang. Kerusakan ini menyebabkan percepatan pemendekan Telomere (mikrosel) yang manifestasi selanjutnya adalah menimbulkan efek penuaan dini (premature aging). RB juga mengurangi daya repair (perbaikan) sel sehingga mempercepat penuaan dini (premature aging). Sebenarnya RB merupakan hasil proses metabolik natural (alami) dan/ oksidasi dari sel tubuh yang terkenal dengan nama Reactive Oxygen Species (ROS), tetapi karena proses yang terjadi berlangsung lama, terus-menerus dan berkesinambungan (kronis), maka akan membuat pengeluaran dan aktivasi zat-zat antioksidan natural (tubuh) secara berlebihan sehingga kadar/porsi zat-zat antioksidan natural (tubuh) tersebut menjadi menurun atau tidak adekuat untuk melakukan hal detoksifikasi/eliminir (penghancuran) RB tersebut2,3,4,9,21,22 .
Teori Glikasi menerangkan bahwa adanya hasil pembentukan (modifikasi) protein berupa AGEs (advanced glycocilation end-products) yang merupakan hasil pertautan glukosa pada lisin (secara non-enzimatik) yang kemudian diikuti dengan reaksi Maillard (karamelisasi/browning reaction), akan membentuk suatu ROS (berperan juga sebagai RB) yang kemudian merangsang proses inflamasi dan penglepasan growth factors (faktor-faktor pertumbuhan), dan selanjutnya akan meningkatkan progresivitas daur pembelahan (proliferasi) dan migrasi sel-sel otot polos pembuluh darah (ke arah lumen-tunika intima), yang pada akhirnya (bersama dengan trombosit, monosit dan RB lainnya yang sudah terlebih dulu teraktivasi dan melekat pada lumen pembuluh darah) akan menimbulkan aterosklerosis (penebalan dinding arteri/arteriol) dan disfungsi vaskuler (kelainan pembuluh darah). Akibat yang akan terjadi selanjutnya setelah terjadinya aterosklerosis dan disfungsi vaskuler adalah tersumbat dan/ berkurangnya aliran darah ke semua sel (tubuh), proses enzimatik dan metabolisme sel, sehingga dalam jangka waktu tertentu (kronis) akan menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi semua organ (tubuh)1-4,9,21,22,26-56 .

II. Radikal Bebas.
Radikal adalah istilah kimia, menurut Lavoisier yaitu elemen yang bereaksi dengan oksigen di dalam lingkungan asam. Kemudian pernyataan ini disanggah dan pada saat ini, pengertian Radikal adalah atom atau grup atom dengan sebuah elektron yang tidak berpasangan, misalnya Cl-, CH3-, HO-, O2-, dan lain-lain. Beberapa jenis radikal bebas sebagian besar merupakan photochemical pollutant, yaitu sinar matahari, polusi udara, tanah dan air, pengawet dan pewarna makanan, polusi alat elektronik, dan pola nutrisi tidak berimbang, yang mengandung senyawa-senyawa seperti ozon (On), nitrogen oksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), asap rokok, pelarut, herbisida, obat-obatan dan beberapa bahan makanan tertentu. Kebanyakan dari senyawa-senyawa tersebut mengandung zat mutagenik (pengubah struktur/mutasi gen) dan karsinogenik (menimbulkan keganasan/kanker)2,9,21 .
RB atau sering disebut sebagai zat Oksidan (Oxidator-pengoksidasi suatu zat), yang juga (pada zat RB-nya sendiri) mengalami proses reduksi (x++e-  x) oleh zat/molekul yang potensial reduksinya lebih rendah/Reduktor (PR= - )57-59 . RB adalah zat yang terdiri dari molekul-molekul yang tidak berpasangan (unpaired electron), sehingga molekul-molekulnya menjadi labil, sangat reaktif, dan bersifat dapat bereaksi menarik/menangkap elektron (e-) bebas dan atom H+ (dengan cepat dan ganas) dari senyawa yang (jumlah pasangan elektronnya) kurang reaktif/stabil serta akan menghasilkan RB baru melalui reaksi berantai (chain reaction) yang semakin lama semakin banyak1,2,9,21,57-59 . Akibat yang dapat diperoleh dengan adanya peningkatan RB baru adalah teroksidasinya zat-zat yang sangat diperlukan untuk fungsi optimal sel dan peningkatan toksisitas sistem biologi (sel) tubuh1,9,21 .
Beberapa penelitian yang telah dilakukan dari tahun-tahun sebelumnya (tahun 1900) sampai sekarang, umumnya menerangkan bahwa RB endogen (di dalam tubuh manusia), terutama RB oksigen/superoksida (O2-) dan hidroxil (HO) yang diproduksi melalui proses respirasi aerobik (sel) tubuh menyebabkan kumulasi kerusakan oksidatif sel (mencakup protein, lipid dan DNA), yang secara reaktif akan mengakibatkan penuaan dan kematian, tetapi RB endogen tersebut dapat diturunkan porsi dan aktivitasnya dengan mengatur pola nutrisi (diet), dan faktanya menunjukkan bahwa dengan pola nutrisi yang seimbang terlihat adanya perpanjangan usia hidup mencapai 20-30% dengan konsiderasi (pertimbangan) bahwa dengan hal (pola nutrisi yang seimbang) tersebut, didukung sebelumnya dengan penetralan oleh zat antioksidan sel tubuh-superoksida dismutase (SOD) yang sudah ada, menyebabkan perlambatan degradasi mitokondria sebagai gardu energi dan biologic clock (sel) tubuh, sehingga maximum life span menjadi meningkat1,9 .
RB secara normal terdapat dalam sistem biologi dan esensial untuk mempertahankan hidup. Reaksi RB juga tidak dapat dihindari dalam mendukung sistem kehidupan. Superoksida berpartisipasi dalam proses metabolisme esensial untuk kehidupan. Sel fagositik memobilisasi superoksida untuk menghancurkan bakteri, sel lain, atau benda asing dengan cara mencernanya (memfagosit). Reaksi RB juga berperan pada peregulasian proses aktivasi komplemen dan kaskade pembekuan darah9 .
Adanya pengaruh atmosfir yang berisi oksigen (O2), di samping memang dibutuhkan untuk proses pernafasan/respirasi, juga (dapat) menimbulkan efek samping yaitu terjadinya metabolisme/respirasi aerobik (sel) tubuh dan kemudian terbentuklah RB yang berasal dari oksigen (superoksida-O2-) dan spesies molekul reaktif (ROS)9 . Oksigen (O2) dalam keadaan basal mengandung 2 elektron yang tidak berpasangan (electron activated oxygen) dan cenderung untuk mencari elektron tunggal lainnya semaksimal mungkin (menjadi sangat reaktif) sampai terpenuhinya komposisi elektron valensi yang stabil. Electron activated oxygen dapat bersifat toksik terhadap sistem biologis. Molekul RB oksigen (O2-) dalam posisi energi rendah, dapat menerima energi sehingga terjadi perubahan konfigurasi elektron yang selanjutnya akan meningkatkan sifat keradikalannya2,9 . Kemudian molekul RB oksigen (O2-) tersebut dapat menarik elektron (e-) dan atom H+ dari senyawa-senyawa yang kurang reaktif (stabil), misalnya menarik elektron (e-) dari asam lemak tak jenuh atau hidrokarbon yang (kemudian) senyawa tersebut berubah menjadi RB. RB hidrokarbon yang terbentuk ini seterusnya memperbanyak pembentukan RB2,9,21 . Di sisi lain, adanya lemak tak jenuh yang terkandung dalam membran (lipid-bilayer) sel, kandungan elektronnya mudah bergerak dan/tidak stabil (reaktif) sehingga elektronnya mudah ditangkap oleh RB2,9,21 . RB dapat bertahan lama sehingga banyak waktu untuk merusak sel dan jaringan (tubuh) sebelum dinetralisasi oleh zat-zat antioksidan (reduktor). RB dapat menyebabkan efek samping yang bisa menimbulkan benturan/trauma (injury) dan/ disfungsi sel. Hal yang akan terjadi pada tingkat sel dan selama masa konversi metabolik dari molekul oksigen (O2) menjadi air (H2O) adalah sentakan aksi dan interaksi antara RB (yang toksik-radical scavengers) dengan zat antioksidan (yang protektif) yang akan meminimalkan efek toksisitas yang ditimbulkannya. Bila komposisi/porsi zat antioksidannya minimal (suboptimal) maka akan terjadilah kerusakan sel berupa degradasi, kehilangan fungsi sel dan/ (mungkin) kematian sel bila kerusakan yang disebabkan RB sangat luas2,9,21 .
Pembentukan RB secara non-enzimatik dan enzimatik memang terjadi secara normal di dalam sel. Pembentukan RB dapat dikatakan berasal dari beberapa sumber yaitu transport elektron mitokondria (organel sel tubuh), metabolisme peroxismal asam lemak, reaksi enzimatik sitokrom milik mikrosomal P-450, sel fagosit, melalui proses deaminasi dopamin oleh monoamin oksidase dan katalitik pembentukan NO (nitric oxide) dan proses autooksidasi sel yaitu proses oksidasi spontan dari molekul-molekul biologi sel tubuh, yang biasanya berkaitan dengan transfer elektron (e-) non enzimatik. Beberapa senyawa yang dapat berautooksidasi pada sel tubuh yaitu tiol, hidrokuinon, katekolamin, flavin, ferredoxin, dialuric acid, haemoglobine (RB utamanya radikal superoksida/O2-), dan obat-obatan (xenobiotic)9.
Pembentukan RB (secara non-enzimatik dan enzimatik) terutama di dalam mitokondria (sel), yang pada awalnya sebagian besar menghasilkan jenis RB oksigen/radikal superoksida (O2-) dan hidrogen peroksida (H2O2). Kemudian, sebagai hasil reaksi kimia pada rantai pernapasan mitokondria (sel) tersebut, akan berakhir dengan tereduksinya O2- menjadi H2O (O-)1,9 . Hasil pertama dari reduksi oksigen (O2) adalah terbentuknya radikal superoksida (O2-) yang dapat diukur, yang kemudian kadarnya dijadikan parameter terjadinya inefisiensi metabolik relatif pada keadaan hipoksia atau hiperoksia9 . Membran dalam mitokondria juga banyak mengandung logam Fe/besi dan Cu/tembaga (precursor proses oksidasi) sehingga akan terjadi peningkatan RB (dari zat selain O2) dan aktivasi kembali sistem transfer elektron (electron transfer system) di membran tersebut dan bagian dalam mitokondria (sel) yang merupakan sumber utama produksi radikal superoksida (O2-)9 . Produksi RB oleh mitokondria (sel) yang banyak tersebut akan menghancurkan komponen mitokondria sendiri termasuk protein-protein (kandungannya) yang fungsinya merupakan aspek penting dalam terjadinya proses penuaan dan kematian sel tubuh9 . Mitokondria DNA (mtDNA) yang tidak terlindungi oleh histon (protein yang terkandung dalam mitokondria), akan sangat rentan terhadap serangan RB. Mutasi (berupa delesi) gen, terutama pada mtDNA, akan menyebabkan kerusakan semua protein dan DNA (sel)-nya. Hal-hal tersebut dapat terlihat dengan jelas pada masa usia tua9 .

Gambar 1.Sejumlah Proses RB Reaktif yang Dibentuk dari Oksigen (O2) dalam Kehidupan Sebagai Konsekuensi yang Tidak Terhindarkan dengan Terjadinya Proses Respirasi Aerobik (Metabolisme Sel Tubuh)1,9,21,57-59 .

O2- = Radikal (Anion) Superoksida (RB paling kuat).
HO = Radikal Hidroksil (RB yang kekuatannya lebih rendah dari O2-).
1O2 = Radikal oksigen singlet (RB yang kekuatannya lebih rendah dari HO).
H2O2 = Radikal Hidrogen Peroksida (RB terendah kekuatannya dari semua RB).

Proses pembentukan RB reaktif dari oksigen9 :
O2 + (e-)  O2-
O2- + (e-) + 2H+  H2O2
H2O2 + (e-) + H+  H2O + HO
HO + (e-) + H+  H2O

Kesemuanya ini dapat diinterpretasikan bahwa (maximum) life span dipengaruhi oleh akumulasi mutasi (berupa delesi) gen mtDNA akibat oxygen free radical dan proses penuaan serta kematian berhubungan dengan9 :
1. Metabolisme mitokondria (sel) tubuh.
2. Produksi RB mitokondria (sel) tubuh.
3. Mutasi (berupa delesi) gen mtDNA, dan
4. Rusaknya Telomere dalam kromosom DNA.

Akibat kerusakan sel (termasuk organel sel) karena aktivasi RB, yaitu2 :
a. Kerusakan sel membran hingga mengganggu aliran nutrisi dan limbah, dan sel mengalami dehidrasi.
b. Terjadinya inflamasi subklinis yang tidak bisa dideteksi dengan mata telanjang.
c. Serangan RB pada sel membran mengaktivasi enzim fosfolipase A2 yang membentuk asam arakhidonat dan masuk ke sitoplasma mengaktivasian enzim tertentu yang berakibat timbulnya inflamasi dari sitoplasma ke nukleus, mengaktivasi gen (untuk misi tertentu) dan faktor transkripsi NF-Kappa B (yang mempercepat destruksi/penghancuran sel dan penyebab terjadinya penuaan dini premature aging).
d. Pengrusakan organel (sel) termasuk DNA, sehingga merusak memori dan transmisi DNA sebagai determinan genetik.
e. Terjadi proses (perubahan) penuaan pada kulit, yang manifestasinya seperti berikut,
• Kulit yang terpajan sinar matahari menjadi kasar, kusam, seperti berbulu, berkerut, kotor, kulit melunak, dan menggantung menurut gravitasi.
• Kulit yang tidak terpajan sinar matahari menjadi mengkilat, kering, dan berkerut halus.
• Pigmentasi tidak merata karena penurunan daya melanosit terhadap kerusakan yang disebabkan terpaparnya pada sinar matahari.
• Kulit menjadi kering karena produksi sebum menurun.
• Penurunan respons imun (kulit).
• Kendornya kulit karena berkurangnya kemampuan fibroblas dalam produksi untuk pembentukan kolagen dan elastin.
• Penurunan kesanggupan tubuh untuk memperbaiki kerusakan karena RB.
• Kehilangan kontrol suhu terhadap cuaca dan suhu panas dan dingin.
• Terjadi tumor jinak kulit karena proses menua instrinsik, seperti fibroma molle, keratosis seboroik, angioma senilis, lentigo senilis, hiperplasia sebaseus.
• Terjadi tumor jinak kulit karena proses menua ekstrinsik, seperti keratosis aktinik.
• Terjadi tumor ganas kulit karena proses menua ekstrinsik, seperti basalioma, karsinoma sel skuamosa, dan melanoma maligna.
• Terjadi kelainan pigmentasi karena aktivasi proses menua ekstrinsik, seperti efelid, lentigo senilis (solar spot, liver spot, age spot), hipomelanosis gutata.
• Timbulnya kelainan lain, seperti elastosis senilis, komedo senilis, teleangiektasis, purpura senilis, kornu kutaneum, dan kutis rhamboidalis nucchae.

RB yang dihasilkan oleh metabolisme aerobik, radiasi, kimiawi, dan gas, autooksidasi molekul sel, cenderung menyebabkan peroksidasi (RB) lipid secara in vivo. Mula-mula RB akan mengambil atom hidrogen (H2) dari asam lemak tak jenuh (PUFAH), kemudian membentuk asam lemak jenuh (PUFA*). Monounsaturated fatty acid (asam lemak jenuh-PUFA*) dan kolesterol mudah mengalami kerusakan oksidatif, tetapi PUFA* yang paling mudah terkena karena pada area dari setiap ikatan rangkapnya terdapat elektron (e-) dengan densitas yang tinggi (high density electron)9 . Peroksidasi lipid (proses oksidasi karena peningkatan lemak) juga dapat terjadi pada permukaan luar membran (sel), pada permukaan luminal membran (sel), atau pada lapisan sitoplasma (sel). Apabila zat/molekul antioksidan yang mudah larut dalam air (asam askorbat/vit.C, asam amino sulfhidril, glutathione) tidak ada maka pembentukan RB lipid (peroxyl fatty acid radicals-oxLDL) mudah terjadi. Semua komponen/organel sel rentan terhadap serangan RB, terutama sistem membran, membran (lipid-bilayer) (sel), adalah target pertamanya karena muatan asam lemaknya tinggi, sehingga sangat rentan terhadap terjadinya proses peroksidase lipid tersebut. Sedangkan kerentanan pada membran lain di dalam sel, tergantung pada komposis asam lemak PUFA*, semakin tinggi tingkat tak jenuhnya, semakin rentan terhadap serangan RB-nya. RB lipid dapat dibentuk juga dalam retikulum endoplasma (sel), atau membran-mitokondria (sel), yang dibentuk oleh RB pada membran (lipid-bilayer) sel sebagai hasil transfer elektron (e-) respirasi, atau dari transformasi enzimatik (enzymatic electron transfer complex) dengan logam-logam berat (Fe dan Cu) sebagai kofaktornya, atau autooksidatif dari zat kimia toksik, obat, dan hormon. Protein yang terdapat dalam membran sel dari reseptor, antigen, enzim transport, atau komponen esensial banyak enzim, diserang secara langsung oleh RB lipid, melalui gugus –SH (sulfhidryl tripeptide glutathione) dan asam amino aromatiknya dan secara tak langsung melalui keterikatan molekul protein pada lipid membran. Kerusakan yang terjadi pada lipoprotein membran dan protein membran akan memberikan konsekuensi lebih berat pada sel. Protein transmembran biasanya berfungsi sebagai enzim transport, misalnya enzim Na/K-ATPase rentan terhadap RB lipid dan oksigen hiperbarik. Begitu juga phospholipid-dependent enzyme dan komponen liporotein instrinsik yang terintegrasi dalam membran (lipid-bilayer) sel, (spektrin, aktin, dan ankirin) akan menjadi rusak. Dengan demikian kerusakan oleh RB lipid menyebabkan gangguan pada fungsi pinositosis, fagositosis, sekresi dan imunitas sel, dan RB yang diproduksi dari peroksidase lipid (RB lipid) lebih bersifat toksik daripada RB yang dihasilkan dari iradiasi9 .

Gambar 1. Proses pembentukan RB reaktif oksigen terhadap logam-logam alamiah tubuh dan lemak-lemak yang terdapat di dalam tubuh (intra- dan/ ekstrasel), melalui mekanisme Haber-Weiss9 .

Proses pembentukan RB reaktif oksigen terhadap logam-logam alamiah tubuh1,9,21,57-59 :
O2- + H2O2  HO + OH- + O2-
Fe3+ + O2-  Fe2+ + O2
Fe2+ + H2O2  Fe3+ + OH- + HO.

O2- = Radikal (Anion) Superoksida (RB paling kuat).
HO = Radikal Hidroksil (RB yang kekuatannya lebih rendah dari O2-).
1O2 = Radikal oksigen singlet (RB yang kekuatannya lebih rendah dari HO).
H2O2 = Radikal Hidrogen Peroksida (RB terendah kekuatannya dari semua RB).

Proses pembentukan RB reaktif oksigen terhadap lemak-lemak yang terdapat di dalam tubuh (intra- dan/ ekstrasel)9 :
RB (radikal bebas) + PUFAH  RB-H + PUFA* (RB lipid).
PUFA* + O2  PUFAOO* (peroxyl fatty acid radical).
PUFAOO* + PUFAH  PUFAOO-H (metastable lipid hydroxy peroxide) + PUFA*
PUFAOO-H + (Fe2+, Cu2+, PUFA*)  PUFAO* (lipid alkoxyl radical) + HO.
PUFAOO-H + (Fe2+,Cu2+,PUFA*) PUFAOO*(lipid peroxyl radical)+H+(hydrogen radical).

Akibat kerusakan fungsi tubuh karena aktivasi RB lipid, yaitu 9 :
a. Pengrusakan endotel vaskuler,  terjadi aterosklerosis.
b. Aktivasi senyawa chlorinated hidrokarbon,  terjadi sitotoksik parenkim hati.
c. Aktivasi ozon (On),  terjadi pengrusakan oksidatif jaringan paru.
d. Penglepasan hidroperoksida melalui sistem (transport) vaskuler,  terjadi pengrusakan jaringan yang letaknya jauh.
e. Aktivasi reaksi silang antara lipid peroksida dengan makromolekul dan derivatnya,  terjadinya akumulasi lipofucsin (terdiri dari kompleks lipid-protein) di otak, jantung, dan jaringan lainnya.
f. Aktivasi RB lipid pada sel eritrosit,  terjadinya penyakit hemolitik oksidatif pada eritrosit/sel darah merah.
g. Peningkatan produk RB lipid (pada manula/pengkonsumsi xenobiotic),  terjadinya degenerasi otot jantung dan/ kardiomiopati.

Apabila produksi RB lipid (ox-LDL) tersebut berlebihan, disertai dengan produksi RB dari metabolisme (sel tubuh), maka akan menimbulkan terjadinya jejas/benturan oksidatif sel (oxydative injury), yang merangsang proses inflamasi disertai dengan peningkatan produksi/pengeluaran sel-sel radang dengan mediator-mediator kimia inflamasinya (sitokin dan growth factors-faktor pertumbuhan), dan merangsang proliferasi serta migrasi sel-sel otot polos pembuluh darah (vaskuler), sehingga akan menyebabkan penyempitan lumen/lubang pembuluh darah/vaskuler (vasokonstriksi) dan aterosklerosis (penebalan dan pengerasan dinding vaskuler). Aterosklerosis tersebut akan menghambat aliran darah ke dalam sel. Aterosklerosis akan mengganggu penyaluran/distribusi nutrisi, oksigen (O2), dan zat-zat lain yang dibutuhkan untuk kebutuhan dan kelangsungan hidup seluruh tubuh sehingga akan menimbulkan gangguan metabolisme, kinerja, fungsi, dan kelestarian (eksistensi) sel tersebut, akibatnya sel menjadi rusak, tidak bisa berfungsi, dan berpotensi menjadi RB, debris/benda asing, dan sumber infeksi (focus infection). Pada akhirnya aterosklerosis bisa menyebabkan kegagalan (fungsi) organ tubuh, penurunan kondisi/stamina dan daya tahan tubuh (imunitas), tubuh mudah terserang penyakit, terutama penyakit degeneratif (seperti penuaan dini-premature aging, pengeroposan tulang, dan proses keganasan), dan dapat menyebabkan kematian1,9,21,22,27-56 .

Gambar 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penuaan dan Kematian Sel Organisme4.




















Keterangan: = garis pengaruh, penginduksi atau penstimulasi.
= garis pencegahan, penghambatan, dan scavenger (pemusnahan).





III. Aterosklerosis.
Aterosklerosis adalah penebalan, pengerasan dan penyempitan lumen/lubang pembuluh darah/vaskuler. Aterosklerosis merupakan suatu proses kronis, yang ditandai dengan akumulasi fokal dari plak aterom (fatty streak) yang berisi lekosit, monosit/makrofage (foam cells), proliferasi sel otot polos (SMC), RB lipid (ox-LDL), dan matriks ekstraseluler di dalam (lumen), dan menempel pada dinding (sel endotel) vaskuler, yang menyebabkan disfungsi endotel (kelainan dinding vaskuler) sehingga menimbulkan obstruksi/penyumbatan aliran darah9 .
Beberapa keadaan/kondisi utama yang menstimulasi/menginduksi timbulnya Disfungsi Endotel sehingga dapat menimbulkan Aterosklerosi adalah Hiperkolesterol, Diabetes Melitus, Obesitas, Hipertensi, Shear stress (luka lepas jaringan vaskuler akibat tekanan gesek pada vaskuler), Smoke and Cigarette (asap dan rokok), perubahan hormonal, penuaan, infeksi, Homosisteinuria (penyakit yang jarang ada, diturunkan secara autosom resesif, berupa penurunan aktivitas enzim cystathionine B synthetase yang bisa disebabkan oleh pembentukan RB dan peningkatan aktivasi faktor plasma, peningkatan growth factors, penurunan aktivas protein C, gangguan ekspresi trombomodulin, penurunan aktivasi tissue plasminogen activator (tPA), supresi ekspresi heparan sulfat, dan peningkatan aktivitas trombosit)21,26-55 .
Dalam keadaan normal, sel-sel endotel vaskuler dapat mencegah masuknya (adhesi dan infiltrasi) lipoprotein (ox-LDL), molekul-molekul adhesi, dan sel-sel monosit/makrofage, menjaga dan memodulasi irama vaskuler, dan mencegah terjadinya proses koagulasi dan trombosis. Suatu karakteristik yang unik dari sel-sel endotel vaskuler adalah walaupun mempunyai fungsi dan morfologi yang sama, tetapi menunjukkan heterogenitas pada organ yang berbeda, tetapi pada organ yang sama, sel-sel endotel vaskuler pada pembuluh darah (vaskuler) yang lebih besar berbeda dengan pembuluh darah yang lebih kecil. Fungsi sel endotel vaskuler ini ternyata sangat kritis dan sensitif terhadap berbagai macam luka, seperti shear stress (luka lepas akibat tekanan) hemodinamik, stres oksidatif (oxydative injuries), dan pemaparan terhadap kolesterol, homosistein (pemusnah growth factors), sitokin, dan growth factors. Adanya kenyataan ini, mempermudah terjadinya kelainan atau gangguan pada sel-sel endotel vaskuler yang disebut disfungsi endotel. Disfungsi endotel berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan adhesi dan infiltrasi sel-sel monosit/makrofage, peningkatan sekresi molekul vasoaktif dan inflamasi (growth factors dan sitokin), peningkatan adhesi dan agregasi trombosit, peningkatan aktivasi proses prokoagulan (kaskade pembekuan darah) dan gangguan fibrinolisis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis, yang dapat bermanifestasi klinis menjadi penyakit jantung koroner dan stroke27-55 .
Adanya proses oksidasi pada lemak (oxLDL-RB lipid), RB yang berasal dari hasil/produk seluruh metabolisme sel tubuh (terutama dari mitokondria sel), dan RB (AGEs-Advanced Glycocilation End-productS) yang berasal dari hasil/produk proses glikosilasi non enzimatik jangka panjang (kronis), mengakibatkan terjadinya peningkatan RB sel tubuh (sebagian besar awalnya terjadi di pembuluh darah), pemakaian berlebihan dan pengrusakan sebagian besar zat/molekul antioksidan alami tubuh (seperti NADPH, GP, SOD, NO), dan perubahan keseimbangan antara zat/molekul oksidan dengan zat/molekul oksidan secara bermakna, sehingga efek peningkatan RB sel tubuh tersebut akan menimbulkan reaksi oksidasi, menimbulkan penekanan/benturan (oxydative distress), dan merusak sel-sel endotel yang terdapat pada lapisan/tunika intima (bagian dinding dalam-berhadapan langsung dengan lubang) vaskuler27-55 .

Gambar 4. Mekanisme Disfungsi Endotel yang Diinduksi Stres Oksidatif (Oxydative Injury)27



























Gambar 5. Patogenesis Terjadinya Aterosklerosis27,41,44 .























Terjadinya jejas/trauma oksidatif (oxydative injuries) pada sel endotel tersebut menimbulkan beberapa efek samping secara bersamaan yaitu27-55 :
Pertama, Peningkatan aktivasi jalur poliol (polyol pathway) yang menurunkan porsi dan peran dari enzim-enzim NADPH (nicotinamide dinucleotide phosphatase) dan GP (glutathione peroxidase) dibantu glutathione reductase dan GSH (reduced glutathione), berfungsi sebagai zat antioksidan, yang banyak terpakai untuk menetralisir zat-zat RB (terutama ox-LDL, oxydized glutathione, sorbitol dehidrogenase, Reactive Oxygen Species-ROS dari AGEs) sehingga akan menghambat dan menurunkan aktivasi dan produksi enzim-enzim yang terdapat dalam kandungan sel endotel (siklooksigenase, NO-S (nitric oxide-synthetase, dan sitokrom P-450) yang bersifat cenderung merelaksasi sel-sel otot polos pembuluh darah/vaskuler dan melebarkan lumen/lubang vaskulernya (vasodilatasi), dan pada akhirnya akan membuat lumen/lubang vaskulernya cenderung menyempit (vasokonstriksi).
Kedua, Peningkatan aktivasi protein kinase-C (PKC) yang menimbulkan peningkatan pembentukan dan aktivasi human Heat Stress Protein 60-hHsp60, suatu protein/peptida (terdapat pada sel endotel vaskuler) petanda adanya proses imunologi (immune marker) (terangsang apabila adanya kerusakan-kerusakan sel endotel vaskuler yang disebabkan infeksi, demam tinggi, mechanical distress, hipertensi-shear stress dan RB yang dihasilkan dari hasil metabolisme sel tubuh), dan aktivasi pengeluaran (ekskresi) proses redox-sensitivity gen (sel endotel). Kemudian aktivasi hHsp60 dan ekskresi proses redox-sensitivity gen tersebut akan meningkatkan produksi dan aktivasi molekul-molekul Adhesi sel vaskuler (VCAM-1;vascullar cell adhesion molecules-1, dan ICAM-1;intracellular adhesion molecules-1) yang terdapat di dalam sel endotel; mediator-mediator kimia inflamasi/peradangan-sitokin (seperti IL-1alfa, IL-6, IL-12, TNF-alfa, NO.) yang terdapat pada sel makrofage/monosit (sel MN-mononuclear); mediator-mediator pengaktivasi peningkatan ambilan (intake) lekosit ke endotel (L-selektin, Integrin, Fibrin,, Tromboxan-TxA2, faktor pertumbuhan jaringan-growth factors); dan mediator yang terkandung di dalam sel-sel otot polos vaskuler (IL-6;interleukin-6). Selanjutnya dengan fasilitasi yang diberikan oleh zat-zat yang terdapat pada sel makrofage/monosit (IL-8, monocite chemotatic protein-1;MCP-1, machrophage colony stimulating factor-MCSF, platelet-derived growth factors-PDGF), mediator-mediator kimia tersebut bersama dengan semua RB yang ada (terutama di dalam pembuluh darah) akan bereaksi dan menimbulkan kerusakan-kerusakan pada sel endotel pembuluh darah (oxydative injuries), kemudian menimbulkan proses inflamasi yang akan menginduksi migrasi/penarikan lekosit (sel PMN-polimorfonuclear) ke dalam dinding arteri (vaskuler) disertai dengan penglepasan mediator-mediator inflamasi (sitokin) lainnya, dan peningkatan aktivasi proses up-regulation endothelial adhesion molecules (untuk menarik VCAM-1, ICAM-1 ke dinding vaskuler) dan meningkatkan aktivasi respons kaskade pembekuan darah (untuk membentuk trombus yang akan digunakan untuk menutup kerusakan sel endotel vaskuler yang rusak dan menghentikan perdarahan yang mungkin terjadi), yang pada akhirnya akan terjadi pembentukan agregasi dan perlengketan trombosit/trombus ke dinding pembuluh darah/vaskuler yang telah mengalami kerusakan tersebut sehingga akan menyebabkan efek penyempitan lumen/lubang vaskuler tersebut (vasokonstriksi).
Ketiga, Peningkatan pembentukan porsi/kadar RB baru disebabkan aktivasi dan pengrusakan sel-sel endotel vaskuler oleh peningkatan kadar zat-zat oksidan, seperti ROS (reactive oxygen species) melalui proses glikosilasi non-enzimatik jangka panjang (kronis); RB lipid (ox-LDL) melalui oksidasi low density lipoprotein (LDL) yang distimulasi melalui peningkatan masukan (intake) lemak makanan, kadar LDL/kolesterol darah yang disertai penurunan kadar HDL darah, pengeluaran dan aktivasi ET-1, ACE, dan AII (disebabkan oleh adanya kerusakan sel endotel vaskuler yang telah terjadi sebelumnya); dan RB lainnya yang berasal dari produk metabolisme sel tubuh secara rutin dan alami. Peningkatan pengeluaran dan aktivasi semua RB tersebut ternyata makin memperberat kerusakan sel-sel endotel vaskuler dan mengakibatkan semakin banyaknya pengeluaran serta aktivasi hHsp60, sitokin (terutama ET-1, ACE, dan AII), dan faktor-faktor pertumbuhan jaringan (growth factors) sehingga pada akhirnya akan memperberat efek penyempitan lumen/lubang vaskuler tersebut (vasokonstriksi).

Lampiran 1. Mekanisme Spesifik Jaringan dan ox-LDL pada Aktivasi Zat-Zat Oksidan (RB)31,32,34,36,46, 52 .

Kemudian seluruh debris hasil proteolisis yang terdiri dari sel lekosit (sel PMN), RB lipid (ox-LDL), RB lainnya (yang terbentuk akibat produksi alami sel tubuh dan penurunan zat-zat antioksidan), dan trombus yang terbentuk, dengan bantuan/fasilitasi mediator-mediator kimia tambahan pengaktivasi kinerja sel monosit/makrofage yang dihasilkan dari proses oksidasi LDL sebelumnya (IL-1, MCSF, TNF-alfa, ox-LDL), difagosit/dimakan oleh sel monosit/makrofage. Selanjutnya sel monosit/makrofage mengalami perubahan struktur dan fungsinya menjadi sel busa (foam cells) yang ukurannya cukup besar (berisi semua debris/RB yang telah difagositnya dan akan dieliminir/didetoksifikasi didalamnya), dan cukup menutupi/menyumbat lumen/lubang vaskuler (mempersempit lumen atau lubang vaskuler/vasokonstriksi) pada saat adhesi/menempel pada permukaan sel endotel, disertai dengan perangsangan aktivasi limfosit T; limfosit B; agregasi trombosit; pengeluaran mediator-mediator inflamasi (sitokin, yaitu endothelin 1(ET-1), ACE (angiotensin converting enzyme), angiotensin-II(AII); beberapa produk dari aktivasi proses inflamasi (sitokin, terutama ET-1, ACE, AII dan growth factors) yang dapat menimbulkan peningkatan aktivasi oksidasi low density lipoprotein (ox-LDL), molekul-molekul adhesi sel (VCAM-1 dan ICAM-1), permeabilitas pembuluh darah, efek-efek samping peradangan/inflamasi, seperti demam, kemerahan/perdarahan, pembengkakan, nyeri, dan perubahan fungsi sel, dan mengaktivasi kompleks L-Arginine – NO (suatu kompleks protein/peptida), yang pada akhirnya, keseluruhannya dapat menstimulasi kembali ketiga efek proses RB sebelumnya (efek RB Pertama, Kedua, dan Ketiga) di atas. Kemudian sel busa (foam cells) juga mengaktivasi pengeluaran zat-zat faktor-faktor pertumbuhan jaringan (growth factors-lihat tabel growth factors) yang bersifat menurunkan kadar NO (nitric oxide), yang dapat menimbulkan kecendrungan penyempitan vaskuler (vasokonstriksi) dan meningkatkan stimulasi proliferasi serta migrasi sel-sel otot polos pembuluh darah ke arah tunika intima (lumen/lubang) vaskuler sehingga semakin memperberat efek penyempitan lumen/lubang vaskuler (vasokonstriksi) dengan bantuan/fasilitasi sebelumnya dari mediator IL-6 (produk yang dihasilkan dari pengaktivasian hHsp60)26-55 .







Tabel 1. Faktor-Faktor yang Memodulasi Proliferasi dan Migrasi Sel Otot Polos Pembuluh darah32 .
Growth Factors and Sitokin Growth Factor and Sitokin Inhibitor
Growth Factors Growth Factors
Acidic and basic fibroblast growth factors Heparin Sulfat
Platelet-derived growth factor-PDGF AA,AB,BB Fibronectine
Transforming growth factor-TGF (B1 and B2) Transforming growth factor-TGF (B1)
Heparin-binding epidermal growth factor Gamma-interferon (INF)
Epidermal growth factor-EGF
Insulin-like growth factor-IGF (I)
Sitokins Sitokins
Interleukin (IL-) 1 Nitric oxide (NO)
Interleukin (IL-) 6 Prostaglandin-PGH2 (produk COX)
Trombin Atrial natriuretic peptides-ANP
Serotonin Type C-Natriuretic peptides (C-NP)
Angiotensin (A) II
Endothelin
Norepinefrin
Vasopresin/ADH
Leukotrien (produk LOX)
Tromboxan-TxA2 (produk COX)
Substansi P dan K
The other The other
Stretch and wall tension Shear stress

Terjadinya proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos pembuluh darah/vaskuler ke arah lumen/lubang pembuluh darah/vaskuler sehingga bisa menimbulkan efek penyempitan (vasokonstriksi), disebabkan oleh terjadinya peningkatan pengeluaran dan aktivasi mediator-mediator inflamasi yaitu sitokin, faktor-faktor pertumbuhan jaringan (growth factors) dan IL-6 (yang sebelumnya telah diaktivasi oleh hHsp60). Ketiga hal tersebut akan menstimulasi reseptor sel FKBP-12 dan mengaktivasi reseptor mTOR (yang terdapat pada sel-sel otot polos vaskuler), kemudian menstimulasi terjadinya proses down regulation (keteraturan fungsi sel yang menurun) terhadap proses aktivasi enzim cyclin-dependent kinase p27kipI (Cdk) dan enzim phosphorilase pRb yang terdapat pada sel-sel otot polos vaskuler tersebut, yang selanjutnya akan menstimulasi/merangsang percepatan dan pengakhiran siklus/daur pembelahan sel (G1) otot polos vaskuler sehingga akan meningkatkan progresivitas (secara sitostatika) siklus/daur pembelahan sel tersebut43 , dan pada akhirnya akan mempercepat dan meningkatkan proses proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos pembuluh darah/vaskuler ke arah lumen/lubang pembuluh darah/vaskuler sehingga bisa menimbulkan dan memperberat efek penyempitan (vasokonstriksi)26-55 .
Di luar perkiraan, ternyata ox-LDL juga dapat menghambat aktivasi makrofage/monosit dengan cara menghambat/mengganggu signal NF-KB (nuclear factor-KB) pada sel makrofage/monosit. Sesuai dengan teori bahwa NF-KB mempunyai peran sentral pada induksi inflamasi, melalui aktivasi berbagai macam gen termasuk molekul-molekul adhesi, sitokin, faktor pertumbuhan jaringan (growth factors), dan enzim-enzim lainnya. Namun ternyata walaupun aktivasi ox-LDL untuk memproduksi NF-KB menjadi terhambat, produksi dan aktivasi NF-KB pada sel endotel yang mengalami proses oksidasi cenderung meningkat disebabkan oleh status/keadaan zat-zat oksidan (RB) yang terjadi kadar/porsinya lebih banyak daripada zat antioksidannya (terutama NO) dan salah satu produk RB yaitu ROS (reactive oxygen species) yang pada umumnya selalu mengaktivasi NF-KB tersebut. Adanya fakta seperti ini, walaupun mungkin kurang/tidak adekuat, dapat dijadikan mekanisme kontrol inhibisi/penghambatan (umpan balik negatif- negative feed back mechanism) terhadap terjadinya proses aterosklerosis54 .
Gambar 6. Hubungan Faktor-Faktor Resiko yang Mengakibatkan Disfungsi Endotel27,29,37,45,52.





























Keterangan: = garis pengaruh, penginduksi atau penstimulasi.
= garis pencegahan, penghambatan, dan scavenger (pemusnahan).


IV. Antioksidan sebagai Mekanisme Pertahanan Tubuh.
Segala sesuatu hal yang ada di alam dunia ini, termasuk manusia dan lingkungannya (dalam hal ilmu pengetahuan) secara alami terdapat keseimbangan antara zat-zat perusak tubuh (zat oksidan/radikal bebas-RB) dengan zat-zat proteksi, perbaikan dan pembangun terhadap kerusakan oksidatifnya (zat antioksidan)1,2,9,21 . Bila kadar/porsi salah satu dari RB atau zat antioksidan lebih banyak atau sebaliknya akan menimbulkan kerusakan pada tubuh manusia. Sistem pertahanan antioksidan dalam mengatasi ancaman kerusakan tubuh karena RB ini, mempunyai mekanisme yang interrelated dan interregulated satu dengan yang lainnya1,2,9,21 . Dengan selalu mempertahankan keuntungan akibat antioksidan dan menghindari sebanyak mungkin pajanan terhadap RB adalah cara terbaik untuk pencegahan atau perlambatan proses-proses oksidatif yang akan menimbulkan kerusakan sel, terserang penyakit, penuaan dini, dan kematian1,2,9,21 .
Ada 2 jenis zat antioksidan di dalam tubuh yaitu2,28 :
 Antioksidan yang larut dalam air (hidrofilik), antioksidan ini tidak dideposit dalam tubuh dan diekskresikan (dibuang) melalui urine.
 Antioksidan yang larut dalam lemak (lipofilik), dideposit di jaringan lemak (adiposa) tubuh.

Pada banyak di negara maju seperti USA, kadar antioksidan ini dapat diukur melalui pemeriksaan darah laboratorium sehingga dapat ditentukan kondisi seseorang yang memerlukan zat antioksidan apa saja yang akan dibutuhkannya2 .
Zat-zat antioksidan yang diproduksi di dalam tubuh manusia adalah berbentuk beberapa enzim seperti SOD (superoxide dismutase), NADPH (nicotinamide dinucleotide phosphatase), GP (glutathione perosidase), dan katalase. Enzim SOD yang terdapat pada mitokondria sel mempunyai kofaktor logam Mn (Mangan-gol.VIIB/perioda-IV)57,58 , dan di sitoplasma/sitosol mempunyai kofaktor logam-logam Cu (Cuprum/tembaga- gol.IB/perioda-IV)57,58 dan Zn (Zincum/seng-gol.IIB/perioda-IV)57,58 . Sementara itu sisi aktif GP mengandung Se (Selenium-gol.VIA/perioda-V) yang juga berfungsi sebagai zat pereduksi (reduktor) zat-zat antioksidan (RB). Glutathione reduktase adalah enzim penunjang GP, yang mengubah kembali oxidized glutathione menjadi reduced glutathioned (GSH). Antioksidan-antioksidan ini berfungsi menangkap RB untuk melindungi membran hidrofobik, sitosol hidrofilik dan komponen ekstraseluler. Enzim SOD terdiri atas SOD 1 (Zn SOD-sitosol), SOD 2 (Mn SOD-mitokondria), dan SOD 3 (Cu-Zn SOD-ekstraseluler), yang ketiganya secara bersamaan akan mengkatalisasi reaksi superoksida (O2-) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) yang kurang toksik/mematikan terhadap sel/jaringan tubuh2,9 .
Antioksidan yang tidak/jarang diproduksi tubuh dan berasal dari zat-zat nutrisi/makanan adalah Vitamin (Vit.) C (asam askorbat), Vit.E (alfa-Tokoferol), pro-Vit.A (beta-Karoten), dan beberapa protein/asam amino seperti sulfhydryl tripeptide glutathione, basa DNA, beberapa zat gula (fruktosa), circulating metalloprotein ceruloplasmin, dan transferin1,2,9,21,32,54 .

V. Penanganan Radikal Bebas dengan Berbagai Antioksidan.
V.I. Zat Antioksidan Supplementasi Nutrisi.
Zat-zat antioksidan tubuh secara umum dibagi menjadi2,9,28,32,54 :
 Zat antioksidan utama.
a. Vitamin C (asam askorbat).
b. Vitamin E (alfa-Tokoferol), 200-400 i.u./hari, dapat ditambah Tokotrienol.
c. Asam Lipoat (Lipoic acid), 100-300 mg/hari.
d. Ko-enzim Q10 (CoQ10, ubiquinone), 30-300 mg/hari.
e. Glutathione.
 Zat booster (penambah dan penguat aktivasi dan kinerja) antioksidan.
a. Flavonoid.
• Ginkgo biloba (cerebrovit@), 30 mg/hari.
• Pygnogerol, 50-300 mg/hari.
b. Karotenoid.
• Alfa- dan beta- Karoten (Vitamin A), 10000-20000 i.u.
• Creptoxanthin.
• Lycopene, 8 mg/hari.
• Lutein, 3 mg/hari.
• Zeaxanthin.
c. Selenium, 100-200 mcg/hari.
d. Suplemen lain
• Kalsium (Ca2+) 100 mg perhari dan Magnesium (Mg2+) 500 mg perhari.
• Zinc(Zn-seng)- glukonas/pikolinat 15-30 mg/hari.
• Acetyl L-Carnithine 1000 mg/hari.
• Chromium 200 mcg.
• Vitamin B1 (thiamin) 20 mg/hari.
• Vitamin B2 (riboflavin) 10 mg/hari.
• Vitamin B3 (niacin amide) 20 mg/hari.
• Vitamin B5 (panthothenic acid) 250 mg/hari.
• Vitamin B6 (piridoxin) 250 mg/hari.
• Asam folat 500 mg/hari.

Mekanisme dan cara kerja pencegahan zat-zat oksidan (RB) dari vitamin dan zat-zat nutrisi (nutrient) tersebut adalah2,9,21,28,32,54 :
 Vitamin C (asam askorbat).
 Menangkap radikal superoksida (O2-) dan radikal hidroksil (HO).
 Berperan dalam mendaur ulang (re-cycle) Vitamin E.
 Memperkuat sistem imun (kekebalan) tubuh.
 Mencegah proses oksidasi lipoprotein pada penyakit kardiovaskuler (bersama-sama dengan vitamin E).
 Mengurangi penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) dan resiko kanker.
 Mencegah timbulnya penyakit katarak.
 Memproduksi jaringan kolagen dan water holder jaringan kulit.
 Memproteksi sperma (terutama bagi pasangan yang infertil-kurang/tidak subur).
 Vitamin E (alfa-Tokoferol).
 Berperan sebagai free radical scavenger (pemusnah RB), yang berfungsi paling baik pada suasana hidrofobik (sukar larut di air) pada membran sel.
 (Vitamin E yang mudah larut dalam lipid-lipofilik) berfungsi memproteksi lipid dan protein darah.
 Memberikan perlindungan (proteksi) terhadap sinar UV (matahari) dan ozon (On).
 Mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler dan stroke.
 Mengurangi gejala akibat arthritis (rematik) dan reaksi inflamasi (peradangan) lainnya.
 Mengurangi resiko kanker prostat dan menghambat pertumbuhan sel pada penyakit kanker mammae.
 Asam lipoat (lipoic acid)-merupakan zat antioksidan universal.
 Mem-booster (menambah dan memperkuat) aktivasi dan kinerja vitamin C, E, glutathione dan CoQ10.
 Memperkuat memori dan memperlambat proses penuaan otak (brain premature-aging).
 Memproteksi secara kuat terhadap penyakit kardiovaskuler, stroke dan katarak.
 Menghambat gen yang rusak, yang dapat mempercepat perluasan dari sel-sel kanker.
 Ko-enzim Q10 (CoQ10, ubiquinone,L-Carnitine)-nutrisi mirip vitamin, yang secara alami diproduksi di dalam otot lurik dan jantung.
 Meregenerasi vitamin E.
 Membebaskan asam lemak bebas (ox-LDL) pada membran mitokondria dalam.
 Mencegah dan mengobati penyakit kardiovaskuler.
 Meregenerasi sel-sel otak.
 Berperan sebagai terapi adjuvant (tambahan) pada kanker mammae stadium lanjut.
 Glutathione (GP-glutathione perocsidase, GS-glutathione synthetase, dan GSH-reduced glutathione)-master zat-zat antioksidan alamiah tubuh.
 Mendaur ulang (re-cycle) vitamin C.
 Berperan sebagai instrumen (peralatan) untuk detoksifikasi obat-obatan dan zat-zat pollutant.
 Berperan memperkuat sistem imun (kekebalan) tubuh.
 Berperan dalam transportasi (penghantaran) dan storage (penyimpanan) asam amino.
 Pro-Vitamin A (beta-Karoten).
 Menetralisir reaksi oksidasi LDL radikal peroksilipid/RB lipid (peroxyl fatty acid radical / ox-LDL).
 Penurun kadar kolesterol dengan cara menghambat aktivasi enzim HMG-CoA reductase.
 Mengurangi resiko terserang penyakit kardiovaskuler.
 (Campuran karoten-mixed carotenoid) merangsang sistem imun (terutama pada seseorang yang berusia lanjut).
 Bersifat quenching (penghancur RB tambahan).
 Lycopene (sejenis Karotenoid pada tomat, saus dan pasta tomat).
 Menetralisir reaksi oksidasi LDL radikal peroksilipid/RB lipid (peroxyl fatty acid radical / ox-LDL)
 Penurun kadar kolesterol dengan cara menghambat aktivasi enzim HMG-CoA reductase .
 Mengurangi resiko terserang penyakit kardiovaskuler.
 (Campuran karoten-mixed carotenoid) merangsang sistem imun (terutama pada seseorang yang berusia lanjut).
 Memproteksi kanker prostat.
 Lutein (sejenis Karotenoid pada buah-buahan terutama yang berwarna merah-kekuningan dan sayur-sayuran yang berwarna hijau).
 Menetralisir reaksi oksidasi LDL radikal peroksilipid/RB lipid (peroxyl fatty acid radical/ox-LDL)
 Penurun kadar kolesterol dengan cara menghambat aktivasi enzim HMG-CoA reductase.
 Mengurangi resiko terserang penyakit kardiovaskuler.
 (Campuran karoten/ mixed carotenoid-10000-25000 I.u.) merangsang sistem imun (terutama pada seseorang yang berusia lanjut).
 (bersama dengan Zeaxanthin) mengurangi degenerasi makular mata dan mencegah penyakit katarak (mata).
 Selenium
 Memperkuat aktivasi dan kinerja vitamin E.
 Mengurangi resiko dan mencegah kematian akibat penyakit kardiovaskuler dan stroke.
 Memproteksi organ tubuh terhadap kanker.
 Flavonoid (antosianin, flavonol, flavon, flavonon, dan quersetin), yang kandungan terbesarnya terdapat pada teh hijau dan anggur merah-red wine (61%), diikuti oleh bawang bombay (13%), apel (10%), dan suplemen vitamin C, E, dan beta-Karoten (masing-masing kandungannya sebesar < 10%)54 .
 berfungsi sebagai free radical scavenger (pemusnah RB), terutama menghancurkan radikal superoksida (O2-), oksigen singlet (1O2), hidrogen peroksida (H2O2), radikal peroksilipid/RB lipid (peroxyl fatty acid radical / ox-LDL),
 (Khusus quersetin) ditambah dengan sitotoksisitas/penghancuran RB lipid (ox-LDL) dan menghambat produksi enzim siklooksigenase (hasil aktivasi dari adanya proses inflamasi dan pengeluaran sitokin) yang mengaktivasi sintesis prostaglandin (PGH2), prostasiklin (PGI2), dan tromboxan (TxA2) yang sifatnya sama dengan mediator-mediator inflamasi (sitokin) dan growth factors, sehingga pada akhirnya dapat menurunkan agregasi trombosi dan menurunkan kecenderungan terjadinya aterosklerosis dan disfungsi epitel54 .
 Memperkuat aktivasi dan kinerja vitamin C.
 Mengatur proses oksidasi nitrik (NO) yang penting untuk aliran (sirkulasi) darah.
 Mencegah penyakit kardiovaskuler dengan cara mencegah kaskade pembekuan darah, memproteksi terhadap ox-LDL dan menurunkan tekanan darah.
 Mengurangi reaksi inflamasi dan merangsang sistem imun tubuh.
 Memperbaiki memori dan konsentrasi otak.
 Memperbaiki fungsi seksual pria.

 Zat-zat antioksidan lainnya yang terdapat di dalam sirkulasi adalah2,9,28,32,54 :
 NO (nitric oxide)54 .
o Berinteraksi dengan proses stres oksidatif melalui pemusnahahan radikal superoksida (O2-).
o Memodulasi (memfasilitasi) irama pembuluh darah (vaskuler), melalui sintesis dan penglepasan NO yang dihasilkan oleh sel endotel. Produksi NO di sel endotel vaskuler diinduksi oleh adanya shear stress (jejas lepas-seperti hipertensi) dari peredaran darah (vaskular). Produksi NO oleh sel endotel ini juga distimulasi oleh aktivitas fisik, hormon estradiol (estrogen), asetilkolin, ADP (adenosin diphosphate), dan bradikinin yang juga dilepas oleh sel endotel vaskuler. NO disintesis dari L-Arginin dengan bantuan enzim NO-S (NO-Synthetase). Ada tiga macam isoform dari NOS, pertama yang terdapat di otak (neuronal NOS-nNOS/NOS I), kedua yang terdapat di sel monosit/makrofage (inducible NOS-iNOS/NOS II), dan ketiga yang terdapat di sel endotel vaskuler (endothelial NOS-eNOS/NOS III). Pada sintesis ini, L-Arginin akan dihidrolisis menjadi hasil antara N-Hidroksil-L-Arginin (NHLA), kemudian akan teroksidasi dan menghasilkan NO dan sitrulin. Zat NO ini selanjutnya akan mengaktivasi enzim guanilat siklase dan mengakibatkan terinduksi/terangsangnya c-GMP siklik (cyclic-Guanidin Mono Phosphate) serta menyebabkan relaksasi sel-sel otot polos pembuluh darah (vaskuler), sehingga cenderung memperlebar lumen/lubang pembuluh darah (vasodilatasi)54 .
o Bertanggung jawab terhadap relaksasi dan pelebaran pembuluh darah/vaskuler (vasodilatasi).
o Mengurangi aktivasi NF-KB dan induksi VCAM-1/ICAM-1 oleh sitokin dan ox-LDL.
o Menghambat adhesi dan agregasi trombosit/trombus, sel monosit/makrofage dan ekspresi mediator MCP-1 pada sel endotel vaskuler, sehingga mengurangi rekrutmen pada tahap awal aterogenesis.
o Mencegah kematian sel yang dirangsang oleh sitokin inflamasi TNF-alfa.
o Menurunkan permeabilitas kapiler (sel endotel) yang diakibatkan oleh adanya proses dan mediator-mediator inflamasi (sitokoin) dan growth factors, sehingga mengurangi masuknya lipoprotein ke dalam dinding pembuluh darah (vaskuler) prodia (98).
o Merespons RB lipid (termasuk ox-LDL dan lisofosfatidilkolin), terutama melalui respons yang diberikan oleh transkripsi NOS III.
o Menghambat proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos,
o Berperan sebagai molekul anti-aterogenik dan antiinflamasi.
o Berperan sebagai neuro-transmisi (penyalur impuls/listrik persyarafan) pada sistem syaraf sentral/pusat dan perifer/tepi 54 .
 Asam urat.
o Merupakan scavenger (pemusnah RB) antara lain terhadap oksigen singlet (1O2).
 Transferin.
o Berperan sebagai buffer (zat penyanggah) terhadap logam iron (besi-Fe2+) bebas di dalam darah.
 Seruloplasmin.
o yang biasanya meningkat pada lesi/luka karena trauma/benturan.

 Enzim-enzim penunjang antioksidan yang terdapat di dalam tubuh adalah2,9,32,54 :
 Glutathione reductase mengubah kembali oxidized glutathione menjadi reduced glutathione (GSH).
 Glutathione synthetase mensintesis glutation dari asam amino L-Glutamin, L-Glisin, L-sistein.
 Enzim HMP (Hexosa Monophasphate Shunt) untuk membentuk NADPH.

 Molekul-molekul antioksidan sekunder yang terdapat di dalam tubuh adalah2,9,32,54
• H2O dapat mengambil energi atau panas dari oksigen singlet (1O2) sehingga toksisitasnya berkurang.
• Manitol, suatu basa nukleat yang mengabsorbi (menyerap) energi radikal hidroksil (HO).
• Kolesterol secara kompetitif bereaksi dengan RB untuk melindungi muatan sel.
• Histidin triptofan, tirosin, sistein, metionin.

Khusus zat-zat antioksidan yang digunakan untuk pencegahan zat-zat oksidan (RB) yang terdapat di kulit, perlu diberikan dalam sediaan topikal, karena zat-zat antioksidan tubuh sebagian besar telah digunakan di dalam sel tubuh dan sebagian kecil/tidak ada sama sekali yang bisa masuk, menembus lapisan kulit (bagian luar tubuh)2 . Cara kerja zat-zat antioksidan untuk mencegah efek penuaan kulit dini adalah2 :
1. Mencegah kerusakan pada tingkat seluler tempat dimulainya proses oksidasi sel
tubuh.
2. Memperlambat pembentukan lipofuchsin (suatu age pigmen sebagai akibat
peroksidase lipid dan oksidasi lipid dan protein). Zat ini akan dideposit (disimpan)
dalam sel tertentu pada suatu organ yang dapat berakibat merusak struktur dan
fungsi sel tersebut.
3. Mencegah pembentukan AGEs (advanced glycosilation end-products).

Peranan zat-zat antioksidan yang diberikan melalui sediaan topikal (pada kulit) adalah2 :
1. Vitamin C (asam askorbat topikal). Sediaannya dalam bentuk serum yang lebih efektif dan krim untuk kulit sensitif dengan kadar 10-15% dengan pH rendah.
Tujuannya :
o Merangsang pembentukan jaringan kolagen (regenerasi jaringan kolagen).
o Merestorasi tonus kulit, mengisi kekosongan akibat kerutan dan memperbaiki warna kulit.
o Memperbaiki sistem pendarahan (vaskularisasi) jaringan kulit untuk menambah suplai/penyaluran makanannya.
o Memproteksi kulit terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh sinar ultra violet (matahari), dengan cara :
 Mengurangi proses inflamasi.
 Mencegah supresi (penekanan) respons imun.
2. Vitamin E (alfa-Tokoferol topikal). Sediannya dalam bentuk krim dan gel, mengandung d-alfa-Tokoferol.
Tujuannya :
o Memproteksi terhadap sinar ultra violet (matahari) sebab kulit yang terpajan sinar matahari pada puncak sinar UV dapat mengurangi konsentrasi vitamin E sampai dengan hampir 50%.
o Berperan sebagai moisturizer (pelembab kulit), memperbaiki kerutan halus kulit, mencegah kekeringan dan kekasaran kulit.
3. Pygnogenol. Sediannya dalam bentuk krim dan gel yang tergolong Flavonoid. Mengandung + 40% jenis antioksidan yang berasal dari ekstraksi pohon pinus maritima dan banyak mengandung proanthocyanide.
Tujuannya :
o Memperkuat efek vitamin C.
o Memperbaiki sistem kapiler (pendarahan) jaringan kulit.
o Memproteksi jaringan kolagen terhadap RB dan merangsang perbaikan jaringan kolagen.
o Memproteksi kulit terhadap kerusakan yang disebabkan oleh terpaparnya pada sinar UV (matahari).
o Berperan sebagai anti inflamasi.
4. Asam alfa-Lipoat.
Tujuannya :
o Berperan sebagai anti inflamasi, misalnya memperbaiki kulit kantung mata.
o Memperbaiki aliran darah ke kulit.
o Memperkecil pori-pori kulit dengan cara menormalisir sekresi sebum.
o Memperbaiki kerutan pada kulit
o Memperbaiki jaringan parut (scar tissues).
o Memperbaiki rosacea.
5. DMAE (dimetyl aminomethanol)
6. Gabungan antioksidan lain dengan zat nutrien lain (bersifat mengurangi kerutan, melicinkan kulit, dan memberikan warna kemerahan pada kulit).
Suatu undercover (pelapis) zat antioksidan kulit.
a. Alfa-hydroxy acid (AHA).
• Memperbaiki kekeringan kulit.
• Membantu penetrasi bahan aktif karena melonggarkan ikatan (sel-sel) karneosit (kulit).
• Mengurangi eritema (bercak kemerahan) akibat sinar UV (matahari).
• Merangsang produksi jaringan kolagen.
b. Beta-hydroxy acid (BHA). Suatu undercover (pelapis) zat antioksidan kulit.
• Berperan sebagai anti inflamasi.
• Berperan sebagai chemical trap (jebakan zat-zat kimia) dari antioksidan.
Faktor antioksidan enzimatik dan non-enzimatik saling berhubungan dalam sistem pertahanan antioksidan. Bila terjadi kekurangan bahan, misalnya gangguan nutrisi atau bawaan, maka akan terjadi kerusakan sistem pertahanan antioksidan tersebut2,9,21,28,32,54 .

V.2. Pengaturan Nutrisi2,9,21,32,54-56,60 .
1. Aturan umum.
Sebaiknya 4/5 porsi makanan (diet) terdiri dari sayur-sayuran (hijau) dan buah-buahan segar (merah kekuningan), karena semua makanan tersebut banyak mengandung vitamin, serat, phytochemical, dan mineral. Phytochemical banyak terdapat di dalam sayur-sayuran (hijau) dan buah-buahan segar (merah kekuningan). Diet menggunakan ikan, tahu, tempe, beras merah sangat dianjurkan. Hindari mengkonsumsi alkohol dan kopi, tetapi sangat dianjurkan setiap hari untuk mengkonsumsi teh hijau (green tea) yang mengandung Flavonoid, yang kaya akan zat-zat antioksidan2,21.

2. Diet (pola makan) yang seimbang2,21,32,54-56,60 .
a. Kadar lemak + 30 % dari porsi kalori perhari.
b. Protein
• Untuk pria
• Untuk wanita
• Sumber protein yang terbaik adalah sumber protein nabati.
c. Karbohidrat
• Hindari
• Dianjurkan

3. Rekomendasi praktis yang dapat dilakukan untuk mencapai sasaran pengaturan
makan (pola diet)60 :
a. Makan setidaknya 5-7 porsi buah dan sayuran perhari.
b. Makan 25-30 gram serat per hari (dari buah/sayuran, roti gandum (whole grain), sereal, pasta, kreker, dan kacang-kacangan).
c. Untuk sumber karbohidrat (hasil proses), pilihlah roti gandum (whole grain).
d. Minum minimal 8 gelas sehari.
e. Makan minimal 2 porsi hasil olahan susu rendah lemak perhari hasil.
f. Pilih protein rendah lemak, seperti ayam tanpa kulit, kalkun, dan produk kedelai. Sebaiknya dikurangi memakan daging (porsinya lebih sedikit).
g. Makan ikan laut setidaknya 2 kali seminggu.
h. Konsumsi (asupan) garam maksimum 2,4 mg per hari.

V.3. Program Olah Raga Teratur2,9,21,32,54-56,60 .
Olah raga yang teratur dan terukur dapat memperbaiki fungsi sel-sel endotel vaskuler, disebabkan olah raga dapat meningkatkan shear stress yang dapat menyebabkan21,54-56,60 :
1. Peningkatan ekspresi NOS pada sel-sel endotel vaskuler.
2. Peningkatan SOD (superoxide dismutase) yang merupakan antioksidan.
3. Penekanan kerja enzim ACE (angiotensin converting enzyme), menyebabkan vasodilatasi karena peningkatan konsentrasi Bradikinin lokal, sehingga akan menimbulkan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi).
4. Penurunan berat badan, terutama pada seseorang obesitas (kegemukan), yang merupakan termasuk salah satu kondisi utama yang dapat menyebabkan aterosklerosis.

Olah raga yang benar dan dianjurkan adalah olah raga dengan teratur dengan sistem CRIPE (continous, rhytmical, interval, progressive, endurance training) yang frekuensinya 3-4 kali seminggu (harinya berselang-seling), terus-menerus tanpa berhenti (minimal 150 menit setiap minggu)54-56,60 dengan target frekuensi denyut nadi pasca olah raga adalah 75-85% dari DNM-denyut nadi maksimal ((220-umur) kali/menit)54-56,60 . Olah raga dilakukan secara teratur, selang seling antara gerak lambat dan cepat, dari olah raga yang ringan berangsur-angsur ditingkatkan porsi dan kapasitasnya sampai batas kemampuan maksimal secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Olah raga yang sangat dianjurkan adalah yang melibatkan 4 komponen tubuh yaitu organ kardiovaskuler dan pembuluh darah, daya tahan otot, kekuatan otot, dan fleksibilitas otot2 . Olah raga yang dapat dipilih adalah jalan kaki, senam aerobik (jogging), berenang, lari santai, bersepeda dan mendayung. Hal yang perlu diperhatikan dalam olah raga adalah mulailah sebelum makan, diawali dengan pemanasan dan diakhiri dengan pelemasan, memakai sarana penunjang olah raga (seperti sepatu, dan lain-lain) yang sesuai, dan selalu didampingi oleh orang yang mengerti tentang olah raga dan cara mengatasi hipoglikemia (kekurangan kadar gula darah tubuh)54-56,60.

V.4. Perbaiki keteraturan dan kualitas istirahat2 .

V.5. Usahakan semaksimal mungkin, menghindar dari Polusi lingkungan (udara, air, dan lian-lain)1-25 .

V.6. Usahakan semaksimal mungkin, menghindar dari penggunaan pikiran yang berlebihan dan tidak berarti (stres pikiran)2 .

Khusus untuk pencegahan zat-zat oksidan (RB) terhadap kulit2 , adalah
1. Hindarkan pajanan sinar matahari yang berlebihan dengan selalu memakai tabir surya dengan SPF 15-20, terutama pada puncak sinar UV antara jam 1000-1500.
2. Hindari pemakaian obat yang tidak perlu atau tidak rasional (menyimpang dari indikasi diagnostiknya) karena akan merangsang pengeluaran zat-zat oksidan (RB).
3. Pemberian sediaan topikal atau oral isotretinoin, hidroquinon lebih banyak ditujukan untuk merestorasi kulit.
4. Contoh-contoh pemberian zat-zat antioksidan kulit dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini.

V.7. Obat-obatan untuk Memperbaiki Disfungsi Endotel7,25-27,32,36,42,44-46,60-82 .
Upaya penatalaksanaan penyakit-penyakit yang disebabkan dengan adanya kelainan endotel (disfungsi endotel) dan aterosklerosis pada saat ini dan masa yang akan datang harus dengan analisis dan pendekatan biologi molekuler-secara genetika di samping penatalaksanaan secara optimal penyebab terjadinya proses tersebut. Karena banyak penyakit-penyakit aterosklerosis/disfungsi endotel yang bersifat multifaktorial di mana faktor-faktor genom (genetik) sangat berperan, misalnya kelainan-kelainan yang menghambat atau merangsang suatu reseptor spesifik yang kemudian menyebabkan ekspresi dan penglepasan suatu protein yang selanjutnya mengaktivasi RB. Banyak publikasi hasil penelitian beberapa tahun terakhir ini yang membuktikan manfaat obat-obatan yang dapat memperbaiki proses disfungsi endotel/aterosklerosis, obat-obatan tersebut antara lain :
 Penghambat ACE-Angiotensin Converting Enzim (ACE-Inhibitor)7,25-27,32,36,42,44-46,61-64,71,73,76-78,81 . Dosis 3 x 6,25-25 mg/hari, per oral.
 Antagonis Angiotensin (AII-Receptor Antagonist/AIIRA)26,32,36,65,68,73,75,78,79.
 Obat-obatan anti iskhemia. (Hati-hati, bisa menurunkan tekanan darah).
 Golongan Nitrat, ISDN (Cedokard@)45,61,65,71,73,77,81. Dosis saat serangan: 5 mg (di bawah lidah), dosis pemeliharaan: 1-2 x 5 mg/hari, peroral.
 Penyekat beta- beta-Blocker27,32,36,44,45,61,65,71,73,76-78,81 . Seperti Carvedilol, Propanolol, dan lain-lain.
 Antagonis kalsium- Ca-Antagonist7,26,32,36,44,45,61,65,66,71-73,77,78 . Seperti Nifedipin, dosis 2-3 x 5-10 mg/hari, peroral, Verapamil, dosis: 120-360 mg/kali (0,075-0,15/kg/kali), setiap 1-2 jam pada saat serangan, IV., Diltiazem, dosis 120-360 mg/kali (0,25 mg/kg/kali), setiap 2-4 jam sekali saat serangan, IV., dosis pemeliharaan 5-15 mg/jam (per infus-drip), dan lain-lain.
 Obat-obatan anti platelet (anti agregasi trombosit/trombus).
 Asam asetil salisilat-Acetosal (Aspirin@)46,61,64,65,71-74,76,77,80 . Dosis saat serangan: 160 – 325 mg (dikunyah), dosis pemeliharaan: 75-100 mg/hari (dosis tunggal atau terbagi).
 ADP Receptor Antagonist –Thienopiridin61,65,71-73,77,80 .
 Tiklopidin61,65,67,71-73,76,77,80 . Dosis 1-2 x 250 mg/hari (hati-hati, bisa menimbulkan diare, alergi, dan kelainan/gangguan kekebalan dan zat pembekuan (darah) tubuh).
 Klopidogrel (Plavix@)61,65,67,71-73,77,80 . Dosis saat serangan sampai hari pertama: 1x 300 mg, dosis pemeliharaan (min. 9-12 bulan): 75 mg/hari (dosis tunggal atau terbagi).
 Penghambat Glikoprotein IIb/IIIa -GP IIb/IIIa-Inhibitor. Seperti Eptifibatid (tirofiban), dan Abciximab61,65,71-73,77,80 . (selain Abciximab) Diberikan segera setelah masuk rumah sakit (upstream), terutama pada pasien yang beresiko tinggi dengan kadar enzim Troponinnya positif dan akan menjalani operasi PCI (Abciximab dapat dipakai).
 Obat-obatan penghambat Trombin-Anti Thrombin. (untuk resiko tinggi dan hati-hati serta penggunaannya harus selalu dipantau).
 Heparin-unfractionated heparine/UFH74,77,80,81 . Dosis awal (setelah diber Heparin): 75 IU/kg BB, IV, dosis pemeliharaan: 1000-1200 IU/jam (sampai 48 jam-sasaran APTT 1,5-2 kali nilai normal). Pada kasus dengan resiko tinggi berupa trombus sistemik, dosis pemeliharaan bisa diteruskan > 48 jam (sasaran tetap, nilai APTT 1,5-2 kali nilai normalnya), untuk selanjutnya dipertimbangkan antikoagulan oral jangka panjang. Dosis pemeliharaan (resiko rendah): 2 x 7500 IU/hari, Subkutan, sampai berobat jalan.
 Low Molecular Weight Heparine-LMWH, seperti Enoxaparine (Lovenox) dan Fraxiparine (Fraxiparen)61,65,71-73,77.
 Obat-obatan penghambat Trombin langsung (Direct Thrombin Inhibitors-DTI). Seperti Hirudin dan Bivaluridin61,65,71-73,77,80 .
 Obat-obatan Fibrinolisis (pemecah fibrin untuk mencegah pembentukan trombus).
 r-tPA (r-tissue Plasminogen Activator)-Alteplase74,77,80 . Dosis awal (setelah diber Heparin): 75 IU/kg BB, IV, dosis pemeliharaan: 1000-1200 IU/jam (sampai 48 jam-sasaran APTT 1,5-2 kali nilai normalnya). Pada kasus dengan resiko tinggi berupa trombus sistemik, dosis pemeliharaan bisa diteruskan > 48 jam (sasaran tetap, nilai APTT 1,5-2 kali nilai normalnya), untuk selanjutnya dipertimbangkan antikoagulan oral jangka panjang.
 Streptokinase-APSAC/ Streptalase, Anistreplase, Tenecteplase74,77,80 . (hati-hati, bisa menimbulkan kekambuhan penyumbatan pembuluh darah kembali sampai 12,4%, atau bertambahnya resiko kematian 2 kali lebih banyak (dibandingkan pada kasus-kasus yang tidak kambuh), dan dapat meningkatkan angka kematian sampai 3 kali le,bih banyak dalam 1 bulan). Diberikan pada kasus resiko tinggi terhadap trombosis sistemik atau vena seperti AMI, gagal jantung kongestif, riwayat emboli, dan atrial flutter/fibrilasi. Dosis awal (setelah diber Heparin): 75 IU/kg BB, IV, dosis pemeliharaan: 1000-1200 IU/jam (sampai 48 jam-sasaran APTT 1,5-2 kali nilai normalnya). Pada kasus dengan resiko tinggi berupa trombus sistemik, dosis pemeliharaan bisa diteruskan > 48 jam (sasaran tetap, nilai APTT 1,5-2 kali nilai normalnya), untuk selanjutnya dipertimbangkan antikoagulan oral jangka panjang.
 Terapi Invasif43,46,61,65,71,73,82 .
 PCI-percutaneus coronary intervention / PTCA-percutaneus transluminal coronary angioplasty.
 Angioplasti balon.
 Angioplasti laser.
 Coronary Artery By-pass Surgery-CABS.
 Pemasangan stent.
 Drug Eluting Stent-DES, memasukkan ke pembuluh darah, Obat-obatan yang bersifat sitostatika (pemodulasi ekspresi protein pengatur daur pembelahan sel, yaitu Cdk., dan p27kipI). Seperti:
1. Sirolimus/Rapamycin (antibiotika golongan makrolide).
- Sirolimus-Eluting Stent/SES (Cypher@)
2. Golongan Taxol.
- Taxane-Eluting Stent/TES (Quanam@).
- Paclitaxel-Eluting Stent/PES (Boston-Scientific@ dan Cook-Guidant@)
3. Actinomycin (antibiotika turunan dari Streptomyces parvillus).
 Obat-obatan antioksidan27,28,32,54,69,70,71 .
 Erdostein.
 Lycoxy@.
 L-Carnitine + Co-enzyme Q10.
 Obat-obatan anti DM (Sulfonil urea, Biguanid, Acarbose, dan Insulin)29,32,50,53 .
 HMG Co-reductase (Golongan Statin: Simvastasin, Pravastatin, Atorvastatin, dan Golongan Fibrat: Gemfibrozil, dan lain-lain)27,32,44,46,62-64,81 .
 Terapi Obesitas (kegemukan)60 .
 Orlistat. Merupakan inhibitor lipase bakteri yang dihidrogenasi. Sifatnya menghambat produksi lipase pankreas yang dapat menurunkan penyerapan lemak (trigliserida) dan mengganggu metabolisme lemak melalui hambatan penyerapannya. Efek sampingnya adalah mengganggu saluran cerna berupa B.A.B. berbercak minyak, pengeluaran feses yang sulit ditahan, dan peningkatan frekuensi defekasi (buang air besar-B.A.B). Dosis yang dianjurkan: 3 x 120 mg/hari, selama 1-2 tahun.
 Efedrin dan Kafein. Merupakan obat yang bersifat meningkatkan pengeluaran energi (termogenesis) dan menurunkan asupan (intake) makanan. Efek sampingnya adalah terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung/nadi (berdebar-debar) dan efek penurunan berat badannya hanya sementara.
 Sibutramin. Merupakan obat yang efeknya paling bermakna dan bersifat menurunkan pemasukan energi dan mempertahankan penurunan pengeluaran energi setelah terjadi penurunan berat badan. Efek sampingnya adalah mulut terasa kering, insomnia (kelainan tidur), dan konstipasi (sulit B.A.B). Dosis yang dianjurkan: 1x10 mg/hari, selama 1 bulan, bila berat badan menurun > 2 kg, maka dosisnya dapat diteruskan, tetapi bila < 2 kg, maka dosisnya bisa ditambah menjadi 1 x 15 mg/hari, selama 1 bulan, setelah itu dievaluasi kembali. Bila setelah dievaluasi (yang kedua) berat badannya menurun > 2 kg, maka dosis dapat diteruskan dengan 1 x 15 mg/hari, tetapi jika berat badan menurun < 2kg, terapinya harus dihentikan.

Gambar 7. Target Terapi Obat dalam Energy Balanced Equation.














 Terapi Hormonal (dengan preparat estrogen/progesteron)32,62 .
 Terapi Molekuler32 .

Tabel 2. Terapi Molekuler untuk Penyakit Vaskuler (Pembuluh Darah)32 .
Kejadian Patologi (Kelainan) Target Terapi
Ruptur/robek (karena) plak (lemak) Penghambatan metaloproteinase, penghambat adhesi (perlekatan) lekosit
Trombosis Penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa, Penghambat faktor pertumbuhan (growth factors), Antitrombin
Disfungsi (kelainan) endotel Donor NO, Antioksidan
Kerusakan endotel VEGF (vascular endothelial growth factor),
FGF (fibroblast growth factor)
Disregulasi (kelainan) pertumbuhan Inhibisi siklus sel
Disregulasi apoptosis (kematian sel) Antagonis Integrin
Modifikasi matrix (cairan) sel Penghambatan metaloproteinase, Antagonis plasmin










KESIMPULAN


Manusia berusaha untuk berumur panjang dan sehat di usia lanjut. Para peneliti berpendapat bahwa pengurangan pemasukan kalori dapat meningkatkan usia binatang dan menunda berbagai penyakit dan kematian. Pengurangan pemasukan kalori tersebut dihubungkan dengan pengurangan metabolit/radikal bebas (zat oksidan) yang dapat merusak protein, DNA dan lipid (lemak).
Proses oksidasi yang terjadi pada tubuh manusia, yang dapat menimbulkan efek berupa kerusakan sel tubuh, penuaan dini-premature aging, dan mungkin kematian tubuh, sebenarnya merupakan proses akibat cara hidup yang salah baik dalam pengaturan tubuh terhadap pengkonsumsian nutrisi/makanan, pajanan yang berlebihan terhadap sinar matahari (UV) dan berbagai macam-macam zat pollutant (oksidan/RB), kegiatan jasmani, kualitas dan porsi istirahat, dan stres panjang yang dihadapi. Kiat intervensi untuk mencapai usia lanjut perlu dimulai sejak dalam masa kandungan dengan melakukan program metabolik yang benar, pada masa anak-anak, remaja dan dewasa.
Proses aterosklerosis yang ditimbulkan oleh banyaknya radikal bebas (RB) yang menjadi penyebab utama timbulnya kelainan, kerusakan, dan penuaan (disfungsi) sel sangat sulit untuk dicegah karena penyebabnya bersifat alamiah dan multifaktorial, tetapi dapat diantisipasi dan dihambat dengan membentuk, mengaktivasi, dan mengefektivkan penggunaan zat-zat antioksidan sistemik maupun lokal, baik yang diperoleh melalui masukan (intake) zat-zat nutrisi dan suplemen-suplemennya, dibantu dengan olah raga yang teratur, kualitas dan kuantitas istirahat yang cukup, dan menghindari stres.
Pada akhirnya, upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah penuaan dini (premature-aging) adalah menunda dan menghambat percepatan proses terjadinya kelainan sel tubuh melalui pengendalian semua faktor resiko yang dapat mengaktivasi zat-zat oksidan (RB) secara berlebihan dengan cara mengefektifkan penggunaan zat-zat antioksidan, baik yang diperoleh dari aktivasi zat-zat antioksidan tubuh maupun bantuan melalui masukan (intake) zat-zat nutrisi dan suplemen-suplemennya, olah raga yang teratur, istirahat yang cukup, menghindari stres, dan mengobati penyakit yang dapat memperberat aktivasi proses oksidasi tubuh tersebut.



















Tabel 3, Contoh Konsumsi Nutrien dan Suplemen Harian2,22 .
ZAT-ZAT NUTRISI DOSIS ATURAN MAKAN
Vitamin A 2500-5000 IU With meal
Vitamin B-kompleks Balanced formula Morning
Vitamin C 1000 mg Divided doses
Vitamin C-ester
(Ascorbyl palmitate) 500 mg Morning
Vitamin E 200-400 IU
400-800 if
recommended by your physician
Morning
Calcium (Ca2+) /
Magnesium (Mg2+) 1000 mg / 400 mg Divided into 2 doses,
First at dinner, the other at bed time
Selenium (Se2-) 200 mcg Once daily
Zincum (Zn-seng) 15-30 mg Once daily
Chromium (Cr) 200 mcg Once daily
Acetyl L-Carnitine 500-1500 mg Divided doses
Break fast and lunch
Alfa-lipoic acid 100 mg Divided doses
Break fast and lunch
Co-enzyme Q10 30-100 mg, daily under age 40
100 mg, daily over age 40
Consult your physician for dosages related to heart disease. Divided doses
Break fast and lunch
L-Glutamine 500 mg – 2 grams Divided doses
Break fast and lunch
Omega-6-oils 2000 / 1000 mg Daily
Pygnogenol 50-100 mg Daily


Tabel 4, Contoh Pemberian Antioksidan2,22 .
PAGI MALAM
Vitamin E
• 100 mg Tocotrienols
• 200 mg mixed-Tocopherol Vitamin E
• 200 mg natural alfa-Tocopherol
Co Q10
• 30 mg CoQ10
Lipoic acid
• 50 mg lipoic acid Lipoic acid
• 50 mg lipoic acid
Vitamin C
• 250 mg vitamin C-ester Vitamin C
• 250 mg Vitamin C-ester
Folic acid
• 400 mcg folic acid Ginkgo biloba
• 30 mg Ginkgo biloba
Biotin
• 300 mcg biotin Selenium
• 200 mcg Selenium
Vitamin B6
• 2 mg Vitamin B6





DAFTAR PUSTAKA


1. Hie, OL. Perubahan Biologi pada Usia Lanjut. Simposium Geriatri-Program Pendidikan Ilmu Kedokteran Berkelanjutan dan Kelompok kerja Gerontologi FKUI. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Desember, 1988; 1-5.
2. Handoko, RP. Pencegahan Penuaan Dini pada Kulit. Prosiding Simposium Temu Ilmiah Akbar 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, April, 2002; 480-90.
3. Setiati, S. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya. Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri (Untuk Dokter dan Perawat). Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Desember, 2000; 6-15.
4. Supartondo. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya. Prosiding Simposium Temu Ilmiah Akbar 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, April, 2002; 475-79.
5. Pramantara, IDP., Rochmah, W. Perubahan-Perubahan Akibat Proses Menua yang Terkait Dengan Kerentanan Terhadap Infeksi pada Usia Lanjut. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan V 2003 Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM. MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM dan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UGM, Yogyakarta, September, 2003; 18-27.
6. Rochmah, W. Pneumonia pada Usia Lanjut. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan V 2003 Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM. MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM dan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UGM, Yogyakarta, September, 2003; 142-48.
7. Prodjosudjadi, W. Hipertensi pada Usia Lanjut. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan IV 2002 Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM. MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM dan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UGM, Yogyakarta, September, 2002; 1-6.
8. Pramantara, IDP., Rochmah, W. Hubungan Antara Tekanan Darah dengan Fungsi Kognitif pada Usia Lanjut. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan V 2003 Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM. MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM dan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UGM, Yogyakarta, September, 2003; 18-27.
9. Makmun, LH. Proses Menua dan Implikasinya pada Sistem Kardiovaskular. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular I. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2001; 111-23.
10. Rochmah, W. Peranan Nutrisi pada usia Lanjut. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan II 2000 Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM. MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM dan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UGM, Yogyakarta, Desember, 2000; 68-72.
11. Rochmah, W. Astenia pada Usia Lanjut. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan I 1999 Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM. MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM dan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UGM, Yogyakarta, September, 1999; 125-28.
12. Markum, HMS. Perubahan Anatomi dan Fisiologi Saluran Kemih Akibat Penuaan. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-8, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003-ACTA MEDICA INDONESIANA. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Vol. XXXV, Supp.1, Jakarta, Juli, 2003; S45-47.
13. Setiati, S. Pendekatan Klinis Inkontinensia Urin pada Pasien Usia Lanjut. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-8, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003-ACTA MEDICA INDONESIANA. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Vol. XXXV, Supp.1, Jakarta, Juli, 2003; S48-52.
14. Suhardjono, Sari, NK. Nutrisi Optimal untuk Pasien Geriatri yang Dirawat. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-8, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003-ACTA MEDICA INDONESIANA. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Vol. XXXV, Supp.1, Jakarta, Juli, 2003; S134-138.
15. Setiati, S. Pengenalan dan Pemahaman Sindrom Geriatri. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Nasional I (PB PAPDI) 2003-“Therapeutic Update and Workshop in Internal Medicine”. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, April, 2003; 152-67.
16. Setiati, S. Penggunaan OAINS pada Pasien Usia Lanjut. Prosiding Simposium “Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine” 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Oktober, 2002; 89-100.
17. Setiati, S. Imobilisasi pada Usia Lanjut Pencegahan Terjadinya Komplikasi. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-7, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Agustus, 2002; 147-53.
18. Soejono, CH. Anemia pada Pasien Geriatri. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-6, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2001. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Agustus, 2001; 75-80.
19. Soejono, CH. Manfaat Suplementasi Mineral pada Usia Lanjut. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-5, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2000. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Agustus, 2000; 163-69.
20. Setiati, S. Pencegahan Trombosis pada Pasien Geriatri dengan Imobilisasi Lama. Prosiding Simposium “Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine” 2001. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Oktober, 2001; 97-104.
21. Djauzi, S. Proses Menua, Dapatkah dihambat ?. Prosiding Simposium “Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine” 2001. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Oktober, 2001; 241-45.
22. Soejono, CH. Peran Proses Menua pada Sistem Organ. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-4, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1999. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Agustus, 1999; 125-35.
23. Makmun, LH. Evaluasi Prabedah pada Usia Lanjut. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-4, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1999. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Agustus, 1999; 51-6.
24. Setiati, S. Kiat Pemberian Cairan pada Pasien Geriatri dengan Dehidrasi. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-4, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1999. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Agustus, 1999; 143-48.
25. Suhardjono. Hipertensi pada Usia Lanjut. Prosiding Simposium “Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine” 2000. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, November, 2000; 169-77.
26. Suryadipradja, RM. Peran Inflamasi pada Patogenesis Aterosklerosis. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-6, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2001. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Agustus, 2001; 1-16.
27. Suryadipradja, RM. Patogenesis, Diagnosis Dini dan Peran Proses Oksidatif pada Perkembangan Penyakit Kardiovaskular-Artikel Utama. Majalah Kedokteran dan Farmasi-Dexa Media. Dexa Medica, Vol. 16, No.3, Juli-September, 2003; 78-81.
28. Tjandrawinata, RR. Konsep Jaringan Antioksidan dan Antioksidan Natural-Lycopene, dalam Kesehatan Kardiovaskular-Review Article. Majalah Kedokteran dan Farmasi-Dexa Media. Dexa Medica, Vol. 16, No.3, Juli-September, 2003; 74-77.
29. Waspadji, S. Komplikasi Vaskuler pada Diabetes Melitus. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-8, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003-ACTA MEDICA INDONESIANA. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Vol. XXXV, Supp.1, Jakarta, Juli, 2003; S64-69.
30. Ranakusuma, AB. Dampak Obesitas terhadap Kejadian Penyalit Jantung Koroner. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-8, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003-ACTA MEDICA INDONESIANA. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Vol. XXXV, Supp.1, Jakarta, Juli, 2003; S58-63.
31. Reksodiputro, AH. Peran Disfungsi Endotel pada Patogenesis Trombosis Sebuah Intisari Kepustakaan Singkat. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-8, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003-ACTA MEDICA INDONESIANA. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Vol. XXXV, Supp.1, Jakarta, Juli, 2003; S58-63.
32. Matondang, SBRE., Akura, B. Paradigma Baru dalam Pengobatan Aterosklerosis Melalui Konsep Disfungsi Endotel. Majalah Kedokteran Indonesia. IDI-Pusat, Vol.53, No.7, Jakarta, Juli, 2003; 265-73.
33. Reksodiputro, AH. Peran Disfungsi Endotel pada Patogenesis Trombosis Sebuah Intisari Kepustakaan Singkat. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Nasional I (PB PAPDI) 2003-“Therapeutic Update and Workshop in Internal Medicine”. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, April, 2003; 182-92.
34. Suryadipradja, RM. Respons Imun dan Penyakit pada Penyakit Jantung Koroner Akut. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular II. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2003; 53-62.
35. Suryadipradja, RM. Terapi Penurunan Kolesterol pada Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular II. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2003; 99-112.
36. Alwi, I. Hipertensi Sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular II. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2003; 153-68.
37. Soegondo, S. Hiperglikemia “Post-Prandial” Sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular II. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2003; 169-77.
38. Manurung, D. Patogenesis Terkini Sindrom Koroner Akut. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular II. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2003; 63-70.
39. Abdurahman, N. Peran Lipoprotein pada Aterosklerosis. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular II. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2003; 93-98.
40. Prodjosudjadi, W. Penatalaksanaan Nefropati Diabetik. Prosiding Simposium “Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine” 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Oktober, 2002; 21-28.
41. Suryadipradja, RM. Upaya Mengendalikan Faktor-Faktor Resiko Tradisional dan Yang Baru pada Penyakit Jantung Koroner. Prosiding Simposium “Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine” 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Oktober, 2002; 233-38.
42. Santoso, T. Isu Kontroversial Terapi Penghambat ACE: Bagaimana Manfaatnya pada Proses Aterosklerosis dan Implikasi Kliniknya pada Pasien dengan Penyakit Aterosklerosis. Prosiding Simposium “Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine” 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Oktober, 2002; 35-41.
43. Santoso, T. “Drug Eluting Stent” (DES): Suatu Trobosan Baru Pengobatan Penyakit Jantung Koroner. Prosiding Simposium “Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine” 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Oktober, 2002; 109-16.
44. Suryadipradja, RM. Paradigma Baru pada Penanganan Komplikasi Kardiovaskular pada Pasien Diabetes. Prosiding Simposium “Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine” 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Oktober, 2002; 239-49.
45. Suryadipradja, RM., Rahman, AM. Patofisiologi, Diagnosis, dan Manajemen Kardiomiopati DM. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular I. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2001; 12-21.
46. Suryadipradja, RM. Peran Disfungsi Endotel pada Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular I. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2001; 77-87.
47. Santoso, T. Kemajuan Kardiologi Masa Kini dan Harapan di Masa Mendatang. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular I. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2001; 1-11.
48. Ismail, D. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular I. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2001; 22-31.
49. Sudoyo, AW., Muthalib, A. Gangguan Koagulasi sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular I. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2001; 88-94.
50. Suyono, S. “Diabetic Angiopathy and Coroner Artery Disease”. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular I. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2001; 158-81.
51. Prodjosudjadi, W. Disfungsi Endotel pada Hipertensi. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-6, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2001. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Agustus, 2001; 165-72.
52. Prodjosudjadi, W. Makrofage pada Progresi Penyakit Glomerular: Peran Monocyte Chemoattractant Protein-1. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-5, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2000. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Agustus, 2000; 67-74.
53. Semiardji, G. Pencegahan Komplikasi Makrovaskular pada Diabetes Melitus Tipe 2. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-7, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Agustus, 2002; 185-92.
54. Wijaya, A. Disfungsi Endotil, Aterosklerosis dan Trombosis. Forum Diagnosticum. PRODIA DIAGNOSTICS EDUCATIONAL SERVICES-LABORATORIUM KLINIK “Prodia”, ISSN0854 – 7173, No.1, Bandung, 1998; 1-24.
55. Waspadji, S. Penatalaksanaan Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, ed.III, Jakarta, 1996; 571-99.
56. Anonima. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Jakarta, 1998.
57. Rosenberg, JL. “Oxidation and Reduction”.” Theory and Problems of College Chemistry”. Frank Mc Iyes’-Schaum Series, McGraw-Hill,Inc., 6ed, England, 1980; p.148-60.
58. Tim Penyusun KIMIA. Reaksi Oksidasi dan Reduksi. Garis-Garis besar Program Pengajaran Sekolah Menengah Umum. Mata Pelajaran: KIMIA. DEPDIKBUD RI, Jakarta, 1999.
59. Tim Penyusun KIMIA. Reaksi Oksidasi dan Reaksi Reduksi. Kimia Sekolah Menengah Umum Kelas 1. PT. Remaja Rosdakarya, Cetakan I, Bandung, 1994; 170-86.
60. Soegondo, S. Penatalaksanaan Obesitas secara Holistik. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-8, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003-ACTA MEDICA INDONESIANA. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Vol. XXXV, Supp.1, Jakarta, Juli, 2003; S75-86.
61. Santosao, T. Pengobatan Rasional Sindrom Koroner Akut. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-8, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003-ACTA MEDICA INDONESIANA. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Vol. XXXV, Supp.1, Jakarta, Juli, 2003; S53-57.
62. Semiardji, G. Peran Kolesterol HDL pada Aterosklerosis. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-8, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003-ACTA MEDICA INDONESIANA. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Vol. XXXV, Supp.1, Jakarta, Juli, 2003; S91-95.
63. Subekti, I. Efektivitas Statin dalam Menghambat Aterosklerosis. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-8, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003-ACTA MEDICA INDONESIANA. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Vol. XXXV, Supp.1, Jakarta, Juli, 2003; S96-101.
64. Gumiwang, I. Pilihan Obat dalam Pencegahan Primer Aterosklerosis, Sejauh Mana Manfaatnya ?. Naskah Lengkap Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke-8, Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003-ACTA MEDICA INDONESIANA. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Vol. XXXV, Supp.1, Jakarta, Juli, 2003; S109-14.
65. Trisnohadi, HB. Penatalaksanaan Mutakhir Sindrom Koroner Akut. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular II. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2003; 71-80.
66. Trisnohadi, HB. Peran Antagonis Kalsium dalam Pengobatan Hipertensi. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular II. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2003; 25-9.
67. Trisnohadi, HB. Intervensi Dini dan Pencegahan Iskhemia Jangka Panjang. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular II. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2003; 81-7.
68. Trisnohadi, HB. Pengobatan Hipertensi dan Proteksi Kardiovaskular. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular II. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2003; 113-18.
69. Kisyanto, Y. “The Therapeutic Potential of The Nutrients L-Carnitine and CoQ10: Focus on Cardiovascular Disorders. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Nasional I (PB PAPDI) 2003-“Therapeutic Update and Workshop in Internal Medicine”. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, April, 2003; 61-67.
70. Bahar, A. Peran Antioksidan Erdostein pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis. Prosiding Simposium “Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine” 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Oktober, 2002; 49-54.
71. Trisnohadi HB. Perkembangan Terbaru Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut. Prosiding Simposium “Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine” 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Oktober, 2002; 205-8.
72. Trisnohadi HB. Obat Anti Platelet dalam Pengobatan Penyakit Jantung Koroner. Prosiding Simposium “Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine” 2001. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Oktober, 2001; 73-80.
73. Aryono, RM. Sindrom Koroner Akut. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan III 2001 Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM. MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM dan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UGM, Yogyakarta, September, 2001; 34-8.
74. Setianto, BY. Peranan Trombolitik pada Infark Miokard Akut. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan III 2001 Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM. MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM dan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UGM, Yogyakarta, September, 2001; 39-47.
75. Sja’bani, M. Manfaat Pengontrolan Tekanan Darah 24 Jam dan Pemberian Antagonis Reseptor Angiotensin II pada Penderita Hipertensi untuk Kejadian kardiovaskular. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan IV 2002 Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM. MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM dan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UGM, Yogyakarta, September, 2002; 173-8.
76. Trisnohadi, HB. Penatalaksanaan Kardiovaskular Pasca Sindrom Koroner Akut. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular I. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2001; 44-8.
77. Gumiwang, I. Anti Koagulan dan Anti Agregasi Trombosit pada Penyakit Jantung Koroner. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular I. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2001; 95-101.
78. Rahardjo, JP. Perkembangan Terbaru dalam Penatalaksanaan Hipertensi dan Peranannya dalam Mencegah Penyakit Jantung Koroner. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular I. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2001; 147-54.
79. Roesma, J. “Angiotensin II Receptor Antagonist in Hipertention”: Telmisartan in Focus. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular I. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2001; 155-7.
80. Gumiwang, I. Anti Koagulan pada Penyakit Jantung Koroner: Kapan Diberikan dan Bagaimana Pemantauannya. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular I. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Februari, 2001; 59-66.
81. Hanafiah, A. Trombosis pada Infark Miokardium Akut. Prosiding Simposium Temu Ilmiah Akbar 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, April, 2002; 461-66.
82. Rachman, OJ. “Primary PTCA”. Prosiding Simposium Temu Ilmiah Akbar 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, April, 2002; 467-74.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar